Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agung Setiyo Wibowo
Author

Konsultan, self-discovery coach, & trainer yang telah menulis 28 buku best seller. Cofounder & Chief Editor Kampusgw.com yang kerap kali menjadi pembicara pada beragam topik di kota-kota populer di Asia-Pasifik seperti Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur, Manila, Bangkok, Dubai, dan New Delhi. Founder & Host The Grandsaint Show yang pernah masuk dalam Top 101 podcast kategori Self-Improvement di Apple Podcasts Indonesia versi Podstatus.com pada tahun 2021.

Pentingnya Detoks Media Sosial

Kompas.com - 04/02/2024, 13:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Aku sudah tak aktif bermedia sosial sekarang, semua akunku sudah kuhapus!"
"Lagi hibernasi dari media sosial, entah kapan lagi aku akan aktif!"
"Aku sih masih aktif memakai media sosial, tapi sehari saya batasin 30 menit saja!"

TIGA pernyataan di atas saya terima dari tiga teman lama yang saya ketahui belakangan terlihat kurang aktif menggunakan media sosial.

Saya sendiri juga pernah "hibernasi" dari media sosial pada kurun 2016-2017, karena satu dan lain hal. Namun kini sudah aktif lagi.

Setelah saya amati, kini memang semakin mudah menemukan orang-orang di sekitar kita yang memutuskan untuk "detoks media sosial." Apa itu detoks media sosial?

Detoks media sosial berarti kita "menjauh" dari media sosial untuk sementara waktu. Sebagian orang ada yang non-aktif selama seminggu, sebulan, atau beberapa bulan.

Sebagian lainnya mungkin memutuskan lebih lama lagi periode hibernasinya dengan alasan menjaga kesehatan mental.

Kapan sebaiknya kita memutuskan untuk detoks media sosial?

Tentu saja menyesuaikan kebutuhan masing-masing. Hanya saja, ada sejumlah indikator yang sebaiknya kita harus segera menjauh dari media sosial untuk sementara waktu.

Misalnya kita merasa iri, FOMO, merasa tidak aman ketika membandingkan pencapaian diri sendiri dengan orang lain, atau kesulitan tidur di malam hari karena sibuk menikmati (lebih tepatnya diperdaya oleh) media sosial

Apa manfaat detoks media sosial?

Dalam temuan riset yang diterbitkan oleh Libyan Journal of Medicine menunjukkan bahwa sebagian besar merasakan manfaat kesehatan mental dari berhenti menggunakan media sosial.

Secara lebih detAil, detoks media sosial berfaedah untuk kesehatan karena sejumlah hal berikut.

Pertama, mood atau suasana hati yang membaik. Hasil temuan berbagai penelitian menunjukkan tentang detoks media sosial yang berkorelasi dengan orang yang merasa lebih baik saat istirahat.

Kedua, kecemasan menurun. Salah satu manfaat paling signifikan dari detoksifikasi media sosial adalah meredakan kecemasan.

Ketiga, kualitas fokus semakin baik. Di abad digital ini, harus kita akui bahwa kita begitu mudah teralihkan karena membanjirkan informasi.

Berlama-lama di media sosial tanpa tujuan yang jelas justru membuat fokus kita memburuk. Itu artinya, dengan menjuahkan diri dari media sosial, kualitas fokus kita akan membaik.

Keempat, meningkatkan kreativitas. Dengan "puasa" media sosial kita berpeluang menjadi jauh lebih kreatif. Kita bisa memiliki waktu lebih banyak untuk mencoba hobi baru.

Kelima, menghindari FOMO. Menjauhkan diri dari media sosial membuat kita fokus kepada diri sendiri. Kita tidak terpancing untuk "mengamati" pencapaian orang lain. Sehingga, kita bisa menghindari Fear of Missing Out (FOMO) yang belakangan sering dikeluhkan oleh generasi Milenial dan Gen Z.

Keenam, koneksi sosial lebih kuat. Dengan detoks media sosial, kita bisa menjalin hubungan sosial sesungguhnya. Sebagaimana temuan riset yang diterbitkan oleh International Journal of Environmental Research and Public Health.

Ketujuh, kualitas tidur meningkat. Berdasarkan temuan riset yang diterbitkan oleh Iranian Journal of Psychiatry, kualitas tidur kita menurun jika penggunaan media sosial kita meningkat.

Oleh karena itu, dengan tidak "bermain" media sosial, kualitas tidur kita bisa semakin membaik.

Kedelapan, mengurangi kelelahan mata. "Memelototi" media sosial secara berlebihan bisa merugikan mata kita. Lagi pula, kita bisa berpotensi pusing dan tegang karenanya. Detoks media sosial membuat mata kita lebih sehat.

Lantas, bagaimana cara melakukan detoks media sosial?

Pertama, mengurangi penggunaan media sosial secara bertahap. Menurut temuan riset yang dipublikasikan oleh Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking; semakin lama waktu yang kita habiskan di media sosial setiap hari, semakin sulit bagi kita untuk mewujudkan detoks media sosial.

Kedua, mematikan notifikasi. Cara ini bisa mengurangi hasrat kita untuk memeriksa media sosial secara membabi buta.

Ketiga, mengurangi platfrom yang digunakan. Jika kita merasa kesulitan untuk benar-benar menjauhkan diri dari segala jenis platform, kita bisa memilih atau menyisakan satu jenis media sosial untuk kita gunakan.

Keempat, membuat jadwal memakai media sosial secara rutin. Misalnya, jika kita membatasi bermedia sosial 2x setiap hari pada jam tertentu saja. Artinya, kita jangan sampai menggunakannya di luar dari jam waktu yang ditentukan.

Kelima, melakukan refleksi diri. Saat kita berkomitmen mengurangi waktu (atau hibernasi sementara waktu dalam) bermedia sosial, kita perlu merenungkannya setiap hari.

Apakah ada manfaat atau perbedaannya dibandingkan kita menggunakannya sesuka hati? Refleksi diri merupakan kunci dari setiap perubahan perilaku.

Meskipun tidak ada salahnya mengecek media sosial secara rutin, detoks media sosial adalah cara yang baik untuk meningkatkan kesehatan mental dan fisik kita. Ini khususnya jika kita menghabiskan berjam-jam waktu bermedia sosial setiap harinya.

Jika ingin mencoba detoks media sosial, kita bisa mulai menjauhinya selama seminggu atau sebulan. Perhatikan bagaimana perasaan kita dan berusahalah untuk menghabiskan lebih banyak waktu secara pribadi dengan teman dan keluarga.

Saya yakin, hidup jauh lebih menyehatkan dan membahagiakan tanpa media sosial. Karena saya sudah membuktikannya.

Bagaimana dengan Anda? Siap mencoba?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com