Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/02/2024, 22:37 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

KOMPAS.com - Viral di media sosial utas tentang dugaan kasus bullying di Binus School Serpong, Tangerang, Banten.

Berdasarkan informasi dari utas tersebut, perundungan terjadi pada 2 Februari 2024 dan diguga melibatkan 40 orang dan geng remaja yang disebut "Geng Tai".

Baca juga:

Kasus bullying ini bukanlah yang pertama. Ada sejumlah kasus serupa yang terjadi di berbagai lokasi, baik di Indonesia maupun dunia.

Lantas, jika kasus itu terjadi di sekeliling kita atau bahkan dilakukan oleh anak kita, orangtua juga perlu melihat kembali pada dirinya, kenapa anak saya melakukan bullying?

Kenapa anak melakukan bullying?

Ketika bicara soal bullying atau perundungan, penting untuk memahami perilaku itu sendiri.

Menurut sebuah jurnal berjudul "Korelasi Sosial, Perilaku, dan Emosional Perundungan dan Viktimisasi dalam Sampel Berbasis Sekolah" yang dipublikasikan di Journal of Abnormal Child Psychology pada 22 Maret 2015, penyebab di balik perilaku bullying bisa bermacam-macam.

Baca juga: Cegah Anak Jadi Korban Bullying, Orangtua Perlu Lakukan Ini

Ini termasuk kurangnya kontrol impuls dan masalah manajemen amarah, hingga keinginan untuk balas dendam dan menyesuaikan diri. Berikut ulasannya lebih lanjut:

1. Kekuasaan

Anak remaja yang ingin memegang kendali kekuasaan rentan menjadi pelaku bullying, seperti dilansir dari Very Wll Family.

Hal ini bisa jadi karena anak merasa tidak mendapatkannya dalam hidup mereka, sehingga berupaya mendapatkannya dalam interaksi sosial.

Mereka juga sangat mungkin hanya berinteraksi dengan orang lain jika sesuai dengan keinginan mereka. Sementara jika tidak mendapatkan sesuai yang diinginkan, mereka akan melakukan perundungan.

Tidak hanya anak perempuan yang menjadi pelaku bullying, anak laki-laki juga bisa menjadi pelaku atau melakukan agresi relasional.

Biasanya, anak yang kuat secara fisik atau memiliki faktor kekuatan lainnya melakukan bullying terhadap anak lain yang dianggapnya lebih lemah atau kecil.

Baca juga: 7 Alasan Orang Melakukan Bullying, Salah Satunya Trauma

Bagi anak yang menjadi atlet, bullying juga dilakukan oleh segelintir orang dalam upaya menghilangkan persaingan dalam tim.

2. Popularitas

Terkadang, bullying adalah manifestasi dari status sosial. Anak-anak yang populer seringkali mengolok-olok anak yang kurang populer dengan melanggengkan agresi relasional.

Popularitas juga bisa membuat mereka lebih mudah menyebarkan rumor dan gosip, terlibat dalam tindakan mempermalukan, dan mengucilkan orang lain.

3. Balas dendam

Beberapa remaja sebelumnya menjadi korban bullying, sehingga mereka mencari cara untuk membalas dendam.

Mereka ini juga merupakan "korban bullying". Terkadang, perilaku mereka dibenarkan karena di sisi lain mereka juga disiksa atau menjadi korban bullying.

Para korban bullying yang menindas anak lain mungkin lega dan merasa dibenarkan atas apa yang mereka alami.

Baca juga: 6 Tipe Bullying yang Perlu Diketahui Orangtua

Pada banyak kasus, mereka menargetkan anak-anak yang lebih lebih lemah atau rentan dari mereka. Namun, di lain waktu, mereka juga bisa mengejar orang yang merundung mereka.

4. Masalah di rumah

Anak yang berasal dari keluarga yang kasar lebih mungkin melakukan bullying terhadap anak lainnya karena agresi dan kekerasan orang-orang di rumah menjadi contoh bagi mereka.

Namun, anak-anak dengan orangtua yang permisif atau tidak hadir juga mungkin saja menjadi pelaku bullying.

Bagi mereka, melakukan bullying terhadap anak lain memberikan rasa kekuasaan dan kontrol, yang tidak pernah diterima di dalam kehidupan mereka.

Selain itu, perundungan antar-saudara juga bisa menyebabkan anak menjadi pelaku bullying di sekolahnya. Sebab, ketika kakak atau adiknya menyiksa saudaranya, hal itu dapat menciptakan rasa tidak berdaya terhadap korbannya.

Baca juga: 5 Dampak Serius pada Korban Bullying, Bisa Memicu Perilaku Agresif

Untuk kembali mendapatkan perasaan berkuasa, maka mereka menindas orang lain, bahkan terkadang meniru perbuatan saudaranya itu.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle)

5. Kenikmatan

Ilustrasi perundungan anak remaja.FREEPIK Ilustrasi perundungan anak remaja.

Anak yang bosan atau butuh hiburan juga bisa saja berupaya mencari kesenangan dan drama di hidup mereka, salah satunya dengan melakukan bullying.

Hal itu dipilih mungkin karena mereka merasa kurang diperhatikan oleh orangtuanya.

Hasilnya, perilaku bullying menjadi cara bagi mereka mendapatkan perhatian orang lain.

Selain itu, anak yang memiliki empati rendah seringkali merasakan kesenangan dengan menyakiti perasaan orang lain.

Mereka tidak hanya ingin mendapatkan perasaan berkuasa dari melakukan bullying, tetapi juga merasa hal-hal yang membuat orang lain tersiksa lucu atau seru bagi mereka.

Baca juga: 8 Tanda Atasan Kita adalah Pelaku Bullying

6. Prasangka

Tidak jarang, seorang anak menggertak teman sebayanya yang berbeda dalam beberapa hal.

Misalnya, anak yang punya alergi terhadap makanan tertentu, berkebutuhan khusus, atau memiliki ras dan agama berbeda.

Beberapa jenis prasangka ini juga seringkali menjadi akar dari perilaku bullying.

7. Tekanan pergaulan

Terkadang, seorang anak melakukan bullying hanya demi mendapatkan pengakuan di lingkungan pergaulannya, sekalipun dia harus melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma.

Seringkali, bagi anak-anak seperti ini, diakui oleh teman-teman sepergaulannya lebih penting daripada konsekuensi yang bisa mereka terima dari melakukan bullying.

Baca juga: Pelajaran soal Bullying yang Bisa Dipetik dari Kisah The Glory

Pada waktu lainnya, anak melakukan bullying sekadar agar kompak dengan teman-teman dalam kelompoknya. Kekhawatiran untuk tidak diterima atau ketakutan menjadi korban berikutnya memicu mereka untuk ikut menjadi pelaku bullying dalam kelompok.

8. Diberi kekuasaan berlebihan

Seorang anak yang diberi kekuasaan berlebihan juga rentan menjadi pelaku bullying.

Anak-anak yang selalu mendapatkan segala hal yang mereka inginkan, serta dibesarkan tanpa batasan dan aturan untuk diikuti, bisa tumbuh menjadi anak yang merasa berhak dan berkuasa, seperti dilansir dari HuffPost.

Baca juga: 7 Cara Hentikan Aksi Bullying, Beri Tahu Anak sejak Dini

Anak seperti in mungkin meyakini bahwa mereka punya hak untuk menggertak orang lain di sekolah, karena mereka toh juga menggertak orangtua di rumah dan mendapatkan apapun yang diinginkan.

@kompas.lifestyle Buat para orangtua, pasti pernah kan ngalamin anak susah minum obat waktu sakit? Rasanya pasti pusing banget tuh, gimana mau cepet sembuh coba???? Akhirnya banyak orangtua yang ngakalin buat nyampur obat pake susu. Emangnya boleh? Yuk dengerin penjelasan medisnya! #susu #anak #minumobat #parenting ? original sound - Kompas Lifestyle
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com