Menurut Clay, hukuman yang berlebihan hanya akan memperkuat perilaku yang mendominasi menjadi makin tidak terkontrol. Sehingga akan berdampak lebih buruk.
Baca juga: Kenali Risiko Bunuh Diri pada Remaja yang Di-bully
Para orangtua bisa melakukan kerja sama dengan para guru ataupun staff sekolah untuk mengawasi perilaku anaknya. Namun jika pihak sekolah tidak mendukung, Clay menyarankan untuk mencari penasehat pendidikan yang bisa memberikan panduan tentang pendidikan khusus dan sikap disiplin anak.
Setelah tim terbentuk mulailah fokus pada keterampilan untuk menghindari perilaku bullying. Juvonen mengatakan “Ini bisa berupa pelatihan keterampilan sosial untuk anak-anak.”
Anak-anak yang sifatnya agresif perlu belajar mengatur emosi, sementara anak-anak proaktif agresif mungkin memerlukan bimbingan untuk mendapatkan pelatihan dengan cara yang lebih positif.
Dengan bantuan tim, orangtua dapat membantu anak menemukan cara untuk memperbaiki kesalahannya. Permintaan maaf tidak selalu diperlukan, yang penting adalah anak benar-benar merasa menyesal dan ingin membuat orang yang terluka merasa lebih baik.
Untuk melakukan ini, anak perlu belajar untuk memahami perasaan orang lain, yang disebut empati. "Empati adalah obatnya," kata Prinstein.
Orangtua dapat membantu anak mengembangkan empati dengan membaca buku atau dengan memperhatikan perilaku positif anak dan memberi penguatan positif.
Sebagai contoh, anak dapat diajak untuk menjelaskan kepada adiknya apa yang bisa membuat orang lain merasa terluka.
Hal ini dapat membantu anak memahami bahwa tindakan-tindakan tertentu bisa menyakiti orang lain.
Baca juga: Ciri Anak Jadi Korban Bully dan Tips Menangani Pelakunya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.View this post on Instagram