Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kolaborasi dengan Tokoh Adat, Cara Menurunkan Perkawinan Anak di NTT

Kompas.com - 04/04/2024, 05:08 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Meski trennya sudah terbilang menurun dalam 10 tahun terakhir, praktik perkawinan anak ternyata masih terus dilanggengkan oleh adat kebudayaan di beberapa wilayah di Indonesia.

Berdasarkan data Unicef pada 2015, diperkirakan ada 1.220.900 anak perempuan yang menikah sebelum umur 18 tahun. Sementara itu, pada 2018, sekitar 11 persen, atau 1 dari 9 perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun.

Karena perkawinan anak termasuk sebagai masalah kekerasan pada anak, hal ini bisa berdampak buruk terutama bagi anak perempuan yang belum siap secara fisik maupun mental.

Baca juga:

Menurut Gender Equality and Social Inclusion (GESI) Specialist Plan Indonesia, Rani Hastari, kesulitan yang dihadapi dalam menuntaskan masalah perkawinan anak sampa saat ini karena adanya dipengaruhi adat budaya.

"Ini biasanya timbul akibat miskonsepsi dari nilai-nilai tertentu seperti agama dan budaya yang dijadikan justifikasi masyarakat untuk melakukan praktik-praktik perkawinan anak," ucap Rani kepada Kompas.com, saat ditemui di acara Plan Indonesia di Jakarta, Selasa (3/4/2024).

Sebagai contoh, di Pulau Sumba, NTT, masih banyak kawin tangkap yang dianggap sebagai tradisi turun temurun. Padahal, praktik itu sudah tidak relevan saat ini dan justru berubah menjadi bentuk kejahatan manusia.

Sementara di Kabupaten Nagekeo, NTT, banyak anak-anak yang giginya sudah dikikir boleh menikah meskipun usianya belum cukup umur dan belum matang dari segala aspek.

Kolaborasi dengan tokoh adat hingga komunitas lokal

Hal ini kemudian mendorong Plan Indonesia berkolaborasi dengan masyarakat untuk menurunkan angka perkawinan anak termasuk bentuk kekerasan lainnya.

"Memang permasalahan di setiap wilayah sangat kontekstual, bukan hanya menyelesaikan dari akar masalahnya saja tetapi juga melibatkan orang-orang lokal yang bisa berperan dalam mendukung kesetaraan," kata Rani.

Menurutnya, diskusi dan edukasi lebih banyak melibatkan tokoh adat, sehingga mereka juga memahami bagaimana aturan pernikahan yang dimuat dalam undang-undang, bahwa minimal laki-laki maupun perempuan harus sudah sama-sama 19 tahun.

Baca juga:

"Maka tidak serta merta anak di bawah umur boleh dinikahkan, perlu melihat usianya juga."

"Plan Indonesia berusaha menyesuaikan antara adat dengan konteks masyarakat saat ini dan juga kesiapan anak perempuan itu sendiri, baik dari fisik, psikologis, dan sebagainya," imbuhnya.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com