KOMPAS.com - Kondisi hubungan yang toxic bukan hanya terjadi pada hubungan asmara saja, melainkan juga bisa terjadi pada hubungan orangtua dan anak.
Bahkan menurut Jenny Flora Wells, pekerja sosial klinis dan terapis holistik, memiliki orangtua yang toxic ternyata bisa mempengaruhi kesehatan emosional dan mental anak, loh.
“Hal ini menciptakan dinamika keluarga yang sangat tidak harmonis yang dapat memengaruhi anak-anak mereka sepanjang hidup,” ujar Wells dikutip dari Best Life, Kamis (25/7/2024).
Baca juga: Perhatikan, Tanda Kita Hidup dengan Orangtua Toksik
Terdapat beberapa ciri-ciri orangtua toxic yang perlu diperhatikan. Berikut rangkumannya.
Menurut pekerja sosial klinis berlisensi, Sean Abraham orangtua yang toxic bisa terlihat dari sikapnya yang kurang bertanggung jawab.
Orangtua yang toxic memiliki rasa enggan untuk meminta maaf kepada anaknya atas kesalahan yang ia lakukan. Ia menganggap orangtua selalu benar dan mengalihkan kesalahannya kepada anak.
“Mereka mungkin tidak hanya kesulitan untuk mengatakan ‘maaf’, tetapi mereka bahkan mungkin mengalihkan kesalahan kembali kepada anak,” ujarnya.
Wells mengungkap bahwa orangtua yang toxic biasanya merasa bahwa dirinya harus mengetahui setiap hal yang ada di hidup sang anak.
Oleh karena itu, mereka akan mengalami kesulitan besar untuk mengakui dan menghormati batasan atau hal pribadi anak.
Tak jarang mereka juga memaksa diri untuk terlibat meskipun dalam urusan pribadi dan menolak mentah-mentah keputusan anak.
Baca juga: Ciri-ciri Mertua Toksik yang Buat Para Menantu Pusing
Orangtua dengan kebiasaan komunikasi yang sehat akan langsung meminta apa yang mereka inginkan dan butuhkan dari sang anak.
Namun, Abraham menjelaskan bahwa orangtua yang toxic cenderung menggunakan taktik seperti gaslighting, rasa bersalah, dan perlakuan diam untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka.
Perilaku gaslighting, rasa bersalah, dan perlakuan diam menjadi bentuk kekerasan secara emosional terhadap anak.
Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, sebab jika perilaku tersebut terus dilakukan, maka bisa berdampak pada pengelolaan emosi anak. Sebaiknya para orangtua mengkomunikasikan keinginannya secara terbuka kepada sang anak.
Mementingkan diri sendiri diperlukan untuk menghadapi beberapa situasi tertentu. Namun menurut Christina McWalter Granahan, seorang pekerja sosial klinis berlisensi, orangtua yang toxic akan membanding-bandingkan bebannya dengan sang anak.
Sehingga ia beranggapan bahwa apa yang ia korbankan jauh lebih besar dengan apa yang dilakukan sang anak. Hal ini bisa merasa anak tidak dihargai dan terus merasa kurang untuk orangtuanya.
“Keegoisan ini mungkin berakar dari pengalaman masa kecil mereka sendiri. Jika kebutuhan mereka tidak terpenuhi saat tumbuh dewasa, mereka mungkin belajar untuk melakukan koreksi berlebihan dengan menjadi lebih mementingkan diri sendiri,” tutur Granahan
Granahan menyebutkan pertanda orangtua toxic yang perlu diperhatikan yaitu membiarkan sang anak menggantikan peran orangtua.
“Orangtua yang beracun sering kali membiarkan anak-anaknya mengambil alih peran sebagai orangtua atau otoritas keluarga,” kata Granahan.
Baca juga: Menyelamatkan Diri dari Hubungan Toksik
Pengasuhan dapat terwujud dalam berbagai cara yang berbeda, mulai dari mengharapkan anak menyiapkan bekal makan siang untuk adik-adiknya hingga menekan anak untuk memberikan dukungan emosional pada tingkat yang tidak pantas.
Padahal hal tersebut merupakan bagian dari tugas orangtua. Meminta anak untuk membantu orangtua memang hal yang wajar dan perlu diajarkan kepada anak.
Namun bukan berarti tindakan tersebut justru menggantikan tugas orangtua.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarangView this post on Instagram