JAKARTA, KOMPAS.com – Nama selebgram kecantikan Cut Intan Nabila menjadi sorotan, lantaran video dirinya mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dari suaminya, Armor Toreador, viral di media sosial.
Baik disadari maupun tidak, KDRT banyak terjadi di sekitar kita.
Namun, menolong korban KDRT tidak bisa dilakukan sembarangan.
Terutama, ketika tindakan, perkataan, atau cara seseorang menolong dapat semakin membahayakan korban atau memengaruhi kondisi mentalnya.
Baca juga: Berkaca dari Keberanian Cut Intan Speak Up, Korban KDRT Jangan Takut Melapor
Dilansir dari Verywell Mind, Rabu (14/8/2024), ada sembilan cara menolong korban KDRT dengan aman, yakni sebagai berikut:
Jika memutuskan untuk menjangkau korban KDRT, carilah waktu yang tepat dengan melakukannya pada saat yang tenang. Terlibat saat emosi sedang memuncak dapat membahayakan diri sendiri.
Kemudian, pastikan untuk meyisihkan banyak waktu sebagai antisipasi jika korban memutuskan untuk membuka diri.
Jika korban memutuskan untuk mengungkapkan rasa takut dan frustrasi yang terpendam selama bertahun-tahun, tentunya kamu tidak ingin mengakhiri percakapan karena memiliki hal lain.
Kamu dapat memulai topik tentang KDRT dengan menyatakan kekhawatiranmu akan keselamatan mereka, atau kamu memerhatikan ada beberapa perubahan pada diri korban yang mengkhawatirkanmu.
Misalnya, kamu pernah melihat mereka menggunakan pakaian untuk menutupi memar, atau menyadari bahwa korban tiba-tiba menjadi sangat pendiam dan tertutup.
Baca juga: 7 Hal yang Perlu Dihindari Saat Menolong Korban KDRT
Beri tahu korban bahwa kamu akan merahasiakan informasi apa pun yang akan diungkapkan mereka. Terpenting, jangan memaksa korban untuk terbuka.
Ketika korban memutuskan untuk buka suara, dengarkan kisahnya tanpa menghakimi, menasihati, atau memberikan solusi.
Ada kemungkinan, ketika kamu secara aktif mendengarkan mereka, korban akan memberi tahumu apa yang mereka butuhkan. Berikan mereka kesempatan penuh untuk bercerita.
Namun, kamu bisa mengajukan pertanyaan untuk sekadar mengklarifikasi, serta membiarkan korban mengeluhkan seluruh perasaan dan ketakutannya.
Kebanyakan korban mencoba menutupi apa yang dialaminya untuk berbagai alasan. Mengenali tanda-tanda KDRT dapat membantumu membantu mereka.
Untuk tanda-tanda fisik, beberapa di antaranya mencakup lebam pada mata, bibir terluka, lebam berwarna ungu atau merah di leher, pergelangan tangan yang terkilir, dan luka pada tangan.
Selanjutnya adalah tanda-tanda emosional yang mencakup perasaan rendah diri, terlalu sering meminta maaf atau penurut, dan perasaan takut.
Baca juga: Cara Melaporkan Kasus KDRT ke Polisi, Simak Langkah-langkahnya
Kemudian perubahan pola makan atau tidur, cemas, penyalahgunaan zat, gejala depresi, kehilangan minat pada aktivitas dan hobi yang sebelumnya disenangi, dan berbicara tentang mengakhiri hidup.
Untuk tanda-tanda perilaku, korban bisa menjadi tertutup atau menjaga jarak, membatalkan pertemuan di menit-menit terakhir, dan sering telat.
Selanjutnya terlalu merahasiakan kehidupan personal mereka, bahkan mengisolasi diri dari keluarga dan teman.
KDRT seringkali lebih tentang kontrol daripada amarah. Seringkali, hanya korban yang melihat sisi gelap pelaku.
Bahkan, tidak jarang orang lain terkejut saat mengetahui orang yang mereka kenal dapat bertindak seperti itu.
Alhasil, para korban sering merasa seperti tidak ada satupun yang akan memercayai mereka ketika mengungkapkan kekerasan yang menimpanya ke orang lain.
Jadi, percaya dengan apa yang diceritakan korban dan ungkapkanlah.
Bagi korban KDRT, memiliki seseorang yang mengetahui kebenaran tentang kesulitan mereka dapat membawa harapan.
Bukan sesuatu yang tidak biasa bagi korban untuk mengungkapkan perasaan campur aduk tentang pasangan dan situasi mereka.
Perasaan ini beragam, mulai dari perasaan bersalah dan amarah, harapan dan putus asa, sampai perasaan sayang dan takut.
Jika ingin membantu, penting untuk memvalidasi perasaan korban. Beri tahu mereka bahwa perasaan campur aduk yang dirasakan adalah hal yang wajar.
Baca juga: Jangan Dihujat, Korban KDRT yang Pertahankan Pasangannya Tetap Butuh Dukungan
Namun, penting pula untuk mengatakan bahwa kekerasan bukanlah hal yang baik, dan tidak normal bagi seseorang untuk hidup dalam ketakutan akan diserang secara fisik.
Beberapa korban mungkin tidak menyadari bahwa situasi mereka tidak normal. Sebab, mereka tidak punya contoh lain dalam hubungan.
Jadi, mereka secara perlahan terbiasa dengan siklus kekerasan. Beri tahu korban bahwa kekerasan dan penganiayaan bukan bagian dari hubungan yang sehat.
Sieh dir diesen Beitrag auf Instagram an