Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siswa Tunggak SPP, Hukuman Intimidatif Bisa Sebabkan Anak Stres hingga Depresi

Kompas.com, 14 Januari 2025, 11:45 WIB
Tari Oktaviani,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seorang siswa kelas 4 SD Yayasan Abdi Sukma, Medan dihukum duduk di lantai saat jam belajar, oleh guru inisial H.

Siswa itu dijatuhi hukuman tersebut, karena menunggak uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) selama tiga bulan.

Lalu belakangan di media sosial terdengar kabar, bahwa masalah pemberian hukuman duduk di lantai dikarenakan siswa tersebut tidak mengerjakan remedial. 

Baca juga: Siswa Dihukum Duduk di Lantai karena Tunggak SPP, Bisa Berdampak pada Hubungan Sosialnya

Menurut Psikolog klinis dari Analisa Personality Development Center (APDC) Indonesia, Pramudita Tungga Dewi, S.Psi, M.Psi, hukuman bisa diberikan pada siswa, jika memang dikarenakan kesalahan siswa itu sendiri yang berakibat fatal. 

Namun dalam kasus ini, menurut Pramudita, hukuman yang diberikan kepada siswa hanya karena belum membayar uang sekolah, bukan hal yang tepat.

"Dalam kasus ini, yang menjadi sumber masalah utama adalah keterlambatan pembayaran SPP, yang merupakan tanggung jawab wali murid, namun hukuman yang diberikan tidak tepat sasaran atau tidak objektif, karena diberikan kepada siswa," paparnya kepada Kompas.com, Selasa (14/1/2025).

Hukuman intimidatif bisa sebabkan anak stres

Ia berpandangan, hukuman tersebut juga tidak menggunakan cara yang tepat, cenderung intimidatif, karena siswa dihukum duduk selama jam pelajaran di depan teman-teman sekelasnya. 

"Tentunya hal ini membuat siswa merasa malu dan tidak berdaya," sebutnya. 

"Jika anak cenderung memiliki kepribadian yang rentan dan tidak mendapatkan support system yang memadai, maka jika tidak segera ditangani dengan baik, anak akan sulit mengelola emosi, pikiran, dan dirinya atas kejadian ini, sehingga anak bisa mengalami stres, kecemasan, atau depresi," lanjut Pramudita menjelaskan.

Dalam kasus menunggak SPP, kata Pramudita, cara paling baik yakni pihak sekolah berkomunikasi dengan peran yang bertanggung jawab langsung mengenai SPP, yaitu wali murid (orangtua).

"Lakukan negosiasi secara terbuka dan positif hinggga menemukan pemecahan masalah yang tepat, tanpa mempengaruhi kondisi psikologis siswa yang bersangkutan," tuturnya.

Baca juga: Kasus Siswa Menunggak Bayar SPP, Apa yang Harus Dilakukan Sekolah?

Namun, jika memang siswa tersebut dihukum karena tidak mengerjakan remedial, maka seharusnya guru memberikan hukuman yang sesuai kesalahan.

Ia menyampaikan ada sejumlah cara efektif untuk mengatasi masalah disiplin tanpa merugikan anak didik.

"Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam menerapkan punishment, di antaranya adalah memberi hukuman sesuai dengan kesalahan yang telah dilakukan, tidak berlebihan/melewati batas, bersifat objektif, bijaksana, dan bukan bermaksud untuk mengintimidasi," ujar Dia.

Ia menekankan, pemberian hukuman di luar konteks tidak akan berjalan efektif. Malah justru akan berdampak pada psikologis siswa, seperti stress dan depresi. 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau