JAKARTA, KOMPAS.com - SukkhaCitta, brand lokal yang bergerak dalam bidang fesyen berkelanjutan, meluncurkan koleksi busana khas Indonesia bertajuk PERTIWI: A Modern Heritage Edit, yang juga dikenal sebagai PERTIWI Edit.
Creative Director SukkhaCitta, Anastasia Setiobudi menuturkan, PERTIWI Edit menggabungkan tiga jenis pakaian yang kental akan budaya Nusantara yaitu beskap, kebaya, dan kain.
Baca juga:
“PERTIWI Edit dasarnya dari beskap, kebaya, dan kain Indonesia karena tiga ini kan identitas utama kita dalam berpakaian,” ucap Anastasia di toko SukkhaCitta, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, Rabu (27/8/2025).
Sebagai warga negara Indonesia, Anastasia merasa pihaknya bertanggung jawab untuk meneruskan tiga peninggalan leluhur tersebut agar tetap relevan saat ini, dan puluhan tahun yang akan datang.
Perasaan itulah yang memunculkan ide untuk menggabungkan beskap, kebaya, dan kain sebagai satu busana kekinian yang bisa dikenakan laki-laki dan perempuan, dan digunakan dalam berbagai gaya.
“Ketiganya ini melambangkan sesuatu yang secara utuh. Kebaya sebagai (pakaian) yang feminin, beskap sebagai yang maskulin, dan kain sebagai yang netral karena bisa dipakai oleh keduanya,” kata Anastasia.
Langkah yang dilakukan oleh SukkhaCitta bisa dikatakan sebagai menghargai yang sudah ada. Sebab, mereka hanya “merombak” model pakaian yang sudah ada untuk menampilkan sesuatu yang baru.
Pakaian yang dibuat menggunakan tenun ATBM memiliki model seperti beskap pada umumnya, tapi dengan siluet kebaya yang khas. Namun, ada tambahan fitur menarik berupa tali yang bisa dimodel sebagai kain pelengkap pakaian.
Creative Director SukkhaCitta Anastasia Setiobudi dalam peluncuran koleksi terbaru SukkhaCitta bertajuk PERTIWI: A Modern Heritage Edit di toko SukkhaCitta, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, Rabu (27/8/2025).Koleksi PERTIWI Edit terdiri dari tiga warna yaitu putih, serta merah “Tree Bark Red” dan coklat krem “Heirloom Brown” khas SukkhaCitta.
Anastasia mengatakan, pilihan warnanya terinspirasi dari para ibu di lima desa yang bekerja sama dengan pihaknya dalam menciptakan pakaian-pakaian ramah lingkungan.
“Di desa, kalau kita telaah lebih lanjut, cara ibu-ibu berpakaian, terutama di warna, itu ada filosofinya. Kalau masih gadis biasanya pakai warna yang lebih netral,” jelas Anastasia.
“Setelah akhirnya menikah atau menjadi ibu, mulai bertransformasi pakai warna-warna yang lebih gelap, seperti merah dan hitam,” sambungnya.
Baca juga: