Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Tidur adalah waktu yang dinanti-nanti semua orang. Pada fase ini, kita bisa mengistirahatkan tubuh untuk mendapatkan energi kembali saat beraktivitas keesokan harinya. Namun, banyak orang yang tidak mendapat cukup energi karena memiliki aktivitas tak biasa saat fase tidur berlangsung.
Salah satunya yang kerap mengganggu kita adalah mimpi. Bahkan, dalam audio drama siniar Tinggal Nama episode “Mimpi Mematikan [Pt.1]” dengan tautan dik.si/TNS6E8, dikisahkan mimpi bisa menjadi malapetaka bagi Eva. Ternyata, mimpinya itu menjadi penyebab ia harus tidur untuk selamanya.
Di dunia nyata pun, beberapa dari kita juga pernah mengalami gangguan tidur yang mampu memengaruhi kehidupan sehari-hari. Bahkan, gangguan ini juga bisa menjadi tanda atau gejala kondisi kesehatan lainnya.
Mengutip WebMD, lucid dream adalah kondisi seseorang yang mengetahui bahwa ia sedang berada dalam mimpi dan mampu merasakannya secara jelas dan nyata. Pendek kata, kita berada di dunia mimpi saat kita bermimpi.
Baca juga: 5 Pembunuhan Paling Sadis di Dunia
Kita merasa bisa mengontrol adegan apa saja yang muncul dalam mimpi tersebut seperti seorang sutradara mengarahkan aktor-aktornya. Biasanya, kondisi ini terjadi saat tidur kita memasuki rapid eye movement (REM) atau periode tidur nyenyak yang ditandai dengan gerakan mata, pernapasan yang cepat, dan meningkatnya aktivitas otak.
Periode REM dimulai sekitar 90 menit setelah tidur dan berlangsung kurang lebih sekitar sepuluh menit. Namun, periode ini bisa berlangsung lebih lama hingga satu jam. Meski tak berbahaya, tapi lucid dream bisa membuat kita mengalami halusinasi dan sulit membedakan hal mana yang nyata dan tidak.
Penelitian Farooq dan Anjum (2023) sleep paralysis atau kelumpuhan tidur adalah fenomena kembalinya kesadaran sementara kita telah memasuki periode REM. Berbeda dengan lucid dream yang terjadi saat tertidur, sleep paralysis membuat kita terbangun dan tidak dapat bergerak atau berbicara untuk beberapa detik dan menit.
Di Indonesia, sleep paralysis sering diasosiasikan sebagai ‘ketindihan’ karena orang yang mengalaminya kerap melihat sosok aneh. Namun, ternyata sosok-sosok tersebut tak nyata dan halusinasi belaka.
Sleep paralysis bisa dialami oleh orang dari berbagai usia. Akan tetapi, gejala awalnya mayoritas dimulai pada masa kanak-kanak, remaja, atau tahap dewasa awal. Namun, orang yang mengalaminya saat remaja lebih rentan mengalami sleep paralysis saat tidur.
Hal ini disebabkan salah satu penyebabnya merupakan stres berat. Remaja atau tahap awal dewasa dengan tuntutan hidup yang tinggi membuat mereka rentan mengalami kondisi ini.
Penelitian Arista dan Tjang (2017) menemukan tingkat stres pada mahasiswa fakultas kedokteran yang menjadi responden cukup tinggi sehingga mereka memiliki risiko lebih besar mengalami sleep paralysis.
Mengutip Mayo Clinic, nightmare atau mimpi buruk adalah mimpi yang mengganggu dan memicu perasaan negatif, seperti cemas atau ketakutan, sehingga membangunkan kita secara tiba-tiba.
Kondisi ini sering terjadi pada anak-anak yang berumur tiga sampai enam tahun, namun tak menutup kemungkinan orang dari berbagai usia juga mengalaminya. Biasanya, intensitasnya akan menurun saat anak memasuki usia sepuluh tahun.
Mimpi buruk mayoritas muncul saat waktu memasuki tengah malam dan bisa terjadi lebih dari satu kali dalam semalam. Umumnya, kejadian berlangsung singkat, tetapi mampu memberikan efek yang berbeda pada tiap orang. Misalnya, ada yang sulit tidur setelah mengalaminya.