Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Menimbang Kesehatan Mental Generasi Z Indonesia

Kompas.com - 30/08/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HASIL Sensus Penduduk tahun 2020 menunjukkan bahwa Generasi Z (Gen Z) adalah penghuni mayoritas di Indonesia. Jumlahnya mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94 persen dari total seluruh populasi penduduk di Indonesia.

Sementara jumlah penduduk paling dominan kedua berasal dari Generasi Milenial yang berjumlah 69,38 juta jiwa penduduk atau 25,87 persen.

Generasi Z merujuk pada penduduk yang lahir pada periode kurun waktu tahun 1997-2012 atau berusia antara 8 sampai 23 tahun. Sementara Generasi Milenial adalah mereka yang lahir pada kurun waktu 1981-1996 atau berusia antara 24 sampai 39 tahun.

Kemudian, Generasi X atau mereka yang lahir antara 1965-1980 tercatat sebanyak 21,88 persen, diikuti Generasi Baby Boomer yang mencapai 11,56 persen, Generasi Pre-Boomer atau lahir sebelum 1945 sebanyak 1,87 persen. Sedangkan, Generasi Post-Gen Z atau lahir setelah 2013 mencapai 10,88 persen.

Jadi boleh dibilang, saat ini adalah masanya Generasi Z. Berbeda dengan generasi sebelumnya, Generasi Milenial yang tumbuh di era televisi berwarna, Generasi Z tumbuh di era internet booming, di mana media sosial dan gadget adalah perantara utamanya.

Mereka aktif menggunakan gadget dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga acap kali menciptakan gaya hidup baru, bahkan menciptakan berbagai inisiatif sosial ekonomi baru yang belum pernah kita saksikan sebelumnya (unprecedented).

Kemudahan akses informasi, baik secara nasional maupun global, yang berpadu dengan semakin berkualitasnya sistem pendidikan nasional, berhasil memupuk dan membentuk Generasi Z dengan bakat profesional dan keterampilan digital yang luar biasa.

Mereka diperlengkapi dengan fasilitas digital multibahasa, yang tidak jarang berakhir dengan penguasaan kemampuan berbahasa asing yang jauh lebih cakap dan "up to date" dibanding generasi sebelumnya.

Era digital yang menggembleng keseharian mereka juga menempatkan Generasi Z ke dalam generasi yang cakap secara digital, memiliki soft skill digital yang tak melulu didapat di bangku sekolah resmi.

Walhasil, kemampuan buah dari perkembangan zaman ini menghasilkan karya-karya digital, baik profesional maupun amatir, yang juga secara mudah ikut berseliweran di dunia maya, kemudian ikut meramaikan kepadatan arus informasi nasional, bahkan tidak jarang malah ikut membentuk tren dan gaya hidup baru.

Jadi secara kapasitas dan kapabilitas, sebenarnya Generasi Z telah diperlengkapi dengan berbagai kemampuan digital yang akan memperlebar kesempatan mereka untuk terlibat secara produktif di dalam sistem ekonomi nasional.

Kemampuan tersebut tidak melulu hanya untuk ekosistem ekonomi digital nasional semata, tapi hampir dibutuhkan oleh semua sektor usaha di berbagai level, karena kebutuhan dunia usaha untuk terus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

Namun, “lalu lintas aneka ragam informasi” yang menjadi keseharian mereka ternyata tidak lantas membuat Gen Z lebih sehat dibanding generasi sebelumnya. Penelitian menunjukkan, bahwa Gen Z justru rentan mengalami masalah kesehatan mental.

Lihat saja, menurut hasil survei Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (Gloria, 2022), 1 dari 3 remaja Gen Z di Indonesia memiliki masalah mental. Kecemasan dan depresi adalah dua masalah kesehatan mental teratas yang paling banyak diderita remaja Gen Z di Indonesia.

Tumbuh di dunia dengan tingkat "kesalingterhubungan digital yang sangat tinggi” justru berpeluang besar membangkitkan rasa terisolasi dan kesepian di kalangan Generasi Z.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com