Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Menimbang Kesehatan Mental Generasi Z Indonesia

Kompas.com - 30/08/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di Indonesia, kecenderungan mentalitas Generasi Z tidak jauh berbeda dengan hasil survei di Amerika Serikat dan di level dunia.

Berdasarkan hasil survei Alvara Research Center, ada 28,3 persen responden dari Generasi Z yang mengaku cemas. Rinciannya, sebanyak 23,3 persen merasa cemas dan 5 persen lainnya sangat cemas atau depresi.

Alvara melakukan survei terhadap 1529 responden di 34 provinsi seluruh Indonesia. Survei dilakukan dengan metode multistage random sampling pada 20-31 Maret 2022.

Pendeknya, data dan hasil penelitian di atas, yang sejatinya mengungkap kerentanan Generasi Z kita terhadap masalah dan penyakit mental, harus segera dijawab oleh generasi senior, yang kini bercokol di tampuk-tampuk kekuasaan, baik di bidang ekonomi bisnis, politik, sosial budaya, dan lainnya.

Perbedaan zaman antara generasi senior dengan Generasi Z mengharuskan kita, terutama pemerintah, untuk segera melahirkan terobosan-terobosan kebijakan pendidikan yang lebih sensitif terhadap kebutuhan anak muda Generasi Z di negeri ini.

Termasuk kebijakan yang lebih banyak melibatkan orangtua di satu sisi dan meningkatkan peran pengawasan psikologis di sisi lain.

Pun maraknya model pendidikan homeschooling juga perlu menjadi perhatian pemerintah, terutama Kemendiknas.

Berkembangnya model pendidikan ini justru menggambarkan kegagalan institusi pendidikan kita dalam merangkul semua kalangan ke dalam sistem pendidikan nasional di satu sisi dan kurang adaptifnya ekosistem pendidikan Indonesia pada perkembangan kebutuhan pendidikan kelompok masyarakat tertentu di sisi lain.

Kebijakan di sektor ketenagakerjaan juga tak kalah pentingnya. Pengadaan lapangan pekerjaan yang lebih banyak memberikan kepastian kepada masa depan Generasi Z sangat penting sifatnya.

Jaminan penghasilan yang bisa mengarahkan para Generasi Z untuk lebih leluasa dalam merancang masa depannya harus diutamakan, baik dalam hal kepemilikan rumah, jaminan kesehatan, jaminan waktu yang cukup untuk berlibur, keberadaan infrastruktur yang mendukung mobilitas pekerjaan, infrastruktur untuk menjamin ketersediaan ruang untuk relaksasi seperti olahraga dan rekreasi, dan lainnya, perlu dirancang sesuai dengan kebutuhan Generasi Z.

Selanjutnya soal ketersediaan plus kemajuan sistem pelayanan kesehatan jiwa di Rumah Sakit-Rumah Sakit Jiwa milik pemerintah, yang nampaknya masih belum mampu menjadi tempat bersahabat bagi Generasi Z yang membutuhkan layanan kesehatan mental, mulai dari kasus depresi sampai percobaan bunuh diri.

Infrastrukturnya pun masih tertinggal jauh dibanding perkembangan zaman yang melingkupi pertumbuhan mental Generasi Z.

Dan terakhir soal sentuhan religius yang terbilang tidak terlalu optimal mengenai Generasi Z. Hari-hari yang didominasi oleh penggunaan gadget, media sosial, dan aktifitas pendidikan/pekerjaan cenderung super padat, membuat Generasi Z agak berjauhan dengan kehidupan religius.

Bahkan sebagian malah justru mulai skeptis dengan keterlibatan unsur spritual di dalam hidupnya.

Minimnya sentuhan religius ini membuat Generasi Z semakin rentan secara mental spritual. Mereka kehilangan pegangan keyakinan yang sejatinya bisa mereka gunakan untuk membentengi diri dari kelabilan emosional dan ketakutan atas ketidakpastian masa depan.

Karena itu, Kemendiknas berserta stakeholder dunia pendidikan kita harus menemukan cara kreatif dan inovatif dalam memadukan pendekatan religius spritual ke dalam dunia pendidikan, agar generasi muda kita ke depannya lebih bisa menemukan cara untuk menyeimbangkan antara perkembangan intelektualitas dan spritualitas.

Singkat kata, dari bahasan panjang di atas, muncul pertanyaan penutup, mengapa begitu penting bagi kita untuk memikirkan hal ini?

Karena Generasi Z adalah generasi tulang punggung yang akan menentukan apakah Indonesia memang bisa menjadi emas atau justru menjadi perak atau perunggu di era Indonesia emas nanti. Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com