Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Menimbang Kesehatan Mental Generasi Z Indonesia

Kompas.com - 30/08/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dengan kata lain, Gen Z tumbuh dewasa di dalam lingkungan digital yang cenderung membangkitkan rasa stres dan kecemasan secara berkelanjutan.

Masifnya gelombang informasi melalui media sosial, yang dimotori oleh spirit post truth atau pembangunan kesan yang luar biasa masif, baik karena kebutuhan korporasi dalam menggaet konsumen maupun karena motif ekonomi politik yang meraih suara, sering kali menggeser keyakinan dan kebenaran konvensional yang selama ini dianut oleh generasi terdahulu.

Situasi ini membawa Generasi Z pada posisi tanpa pegangan di satu sisi, layaknya generasi terdahulu, tapi juga secara mental dan psikologi, umurnya berada pada rentang yang juga tak memiliki kemampuan untuk menemukan pegangan baru. Walhasil, kecemasan atau anxiety adalah harga yang harus dibayar oleh Gen Z.

Selain anxiety, perasaan mudah stres adalah masalah mental lainnya. Penelitian terbaru di Amerika Serikat tahun 2022 lalu dari The American Journal of Community Psychology menunjukkan bahwa anak muda Amerika pada rentang usia antara 13 dan 24 tahun adalah masyarakat dengan rentang umur yang paling banyak dipengaruhi stres pandemi dibanding generasi lainnya.

Ketidakpastian dan ketakutan akan virus adalah salah satu sumber stres utama Generasi Z di sana.

Lebih dari itu, berdasarkan hasil penelitian yang sama, Generasi Z juga merasa stres atas kehidupan sosial, pekerjaan, dan sekolah mereka.

Beberapa pendapat ahli memberi pembenaran bahwa Gen Z sangat terpengaruh oleh hal-hal seperti itu karena saat ini adalah masa transisi kehidupan mereka.

Namun efek yang dirasakan Gen Z nyatanya lebih besar dibanding efek yang dirasakan generasi sebelumnya dan pola reaksinya berbeda dengan Generasi Milenial di eranya.

Karena itu, rasa mudah stres yang dialami Generasi Z sangat patut dijadikan perhatian, baik oleh pihak sekolah maupun orangtua, bahkan termasuk oleh pemerintah/Negara.

Masalah tak hanya sampai di sana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Generasi Z juga rentan terjangkit hasrat bunuh diri yang melebihi generasi sebelumnya.

Menurut kajian "Journal of American Association (JAMA) Network of Medical Journals", tingkat bunuh diri untuk individu dari segala usia di Amerika Serikat meningkat 30 persen dari tahun 2000 hingga 2016 dan mencapai puncaknya untuk kaum muda pada 2017.

Peningkatan tersebut justru karena tingginya kontribusi tingkat depresi dan percobaan bunuh diri remaja akibat penggunaan secara berlebihan media sosial.

Data bunuh diri tersebut seirama dengan data tingkat depresi anak muda dunia. Menurut penelitian Lancet tahun 2021; sebuah jurnal kedokteran mingguan terbitan Elsevier yang menjadi salah satu barometer kajian medis dunia hingga hari ini, tingkat depresi dan kecemasan dunia meningkat lebih dari 25 persen pada 2020.

Justru kelompok usia yang lebih muda mengalami peningkatan lebih besar daripada kelompok lebih tua, di mana kelompok usia 20 hingga 24 tahun mengalami lompatan terbesar dibanding generasi lainnya.

Masih menurut Lancet, di Amerika Serikat, tingkat depresi naik pada 2021 menjadi hampir 33 persen, di mana 1 dari setiap 3 orang Amerika berusia 18 tahun atau lebih mengalami depresi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com