Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 6 Januari 2024, 17:52 WIB
Wisnubrata

Editor

KOMPAS.com - Petir atau biasa juga disebut kilat atau halilintar biasanya terjadi pada musim penghujan. Petir ditandai dengan kilatan cahaya putih, diikuti dengan dentuman atau suara yang keras dan bergema.

Petir merupakan gejala atau fenomena alam yang umum terjadi di mana-mana, termasuk daerah tropis seperti Indonesia. Petir adalah kilatan cahaya putih yang terang, diikuti dengan suara gemuruh yang dikenal sebagai guntur atau guruh.

Biasanya petir dan guntur terjadi secara bersamaan, meskipun terkadang kite mendengar jeda antara keduanya namun tidak terlalu jauh. Perbedaan waktu antara cahaya petir dan suara guntur disebabkan oleh perbedaan kecepatan cahaya dan suara dalam fenomena alam ini.

Penyebab orang bisa tersambar petir

Menurut Thoughtco.com, petir adalah fenomena alam yang sering terjadi, terutama di wilayah yang luas, dan dapat membunuh makhluk yang tersambar petir. Pada 300 kilovolt, petir dapat memanaskan udara hingga 50.000 derajat Fahrenheit.

Kombinasi kekuatan dan panas ini dapat menyebabkan kerusakan serius pada tubuh manusia. Petir dapat menyebabkan luka bakar, perforasi gendang telinga, kerusakan mata, henti jantung, dan henti napas.

Orang yang tersambar petir biasanya karena ia menjadi objek yang menonjol atau paling tinggi di suatu area, sehingga petir lebih dahulu menjangkaunya.

Seperti dikutip dari National Weather Service US, kita tidak selalu tahu mengapa seseorang bisa tersambar petir. Namun secara umum ada beberapa proses atau cara orang tersambar petir, berikut penjelasannya:

1. Kilatan Samping

Kilatin samping terjadi ketika petir menyambar objek yang lebih tinggi di dekat korban. Bagian dari arusnya melompat dari objek yang lebih tinggi ke arah korban. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa korban menjadi korsleting energi ketika terjadi pelepasan petir.

Kilatan samping ini biasanya terjadi saat korban berada dalam jarak dekat dari objek yang terkena petir. Sebagian besar peristiwa ini terjadi saat korban berlindung di bawah pohon.

2. Kilatan 'Streamer’

Jenis sambaran petir ini tidak biasa seperti yang lain, tetapi orang masih bisa terkena resikonya. Dikutip dari Popular Science, seseorang bisa terkena jenis sambaran petir ini jika menjadi jembatan konduktif.

Laman ini juga mengatakan, untuk menghindari petir ini cobalah untuk tidak berlindung di bawah pohon dan berbaring di atas tanah. Kita harus menghindari petir ini dengan masuk ke dalam ruangan. Namun, usahakan untuk tidak menyentuh kabel listrik, logam, air, atau peralatan listrik lainnya.

3. Sambaran Langsung

Sambaran petir langsung biasanya terjadi saat korban berada di area terbuka. Sambaran langsung bukanlah penyebab paling umum, tetapi paling berbahaya.

Pada sebagian besar sambaran langsung, beberapa arus mengalir tepat di atas dan di sepanjang permukaan kulit. Selama waktu ini, arus listrik lainnya melewati sistem kardiovaskular dan atau saraf.

4. Arus Tanah

Saat petir menyambar pohon atau benda lain, sebagian besar energi dari petir mengalir ke dalam tanah. Seseorang yang berada di dekat kilat kemungkinan akan menjadi korban arus tanah.

Selain itu, petir jenis ini dapat mengalir ke permukaan lantai dengan material konduktif. Jenis petir ini juga mempengaruhi area yang lebih luas daripada jenis petir lainnya. Sehingga, sambaran petir jenis ini juga paling banyak menimbulkan korban jiwa.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau