Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perkenalkan Seni Grafis, Balai Soejatmoko Gelar Pameran

SOLO, KOMPAS.com - "Ke Mana Harga Diri" terpilih sebagai tema pameran seni grafis karya pemenang kompetisi Internasional Trienal Seni Grafis Indonesia V, Muhlis Lugis.

Pameran tersebut berlangsung di Balai Soejatmoko, Solo, mulai tanggal 13-20 April 2018.

Ini bukan kali pertama Bentara Budaya menggelar pameran karya pemenang Trienal Seni Grafis Indonesia V.

Pemenang pertama yang diraih oleh Jayanta Naskar dari India telah dipamerkan pada tahun 2016 lalu.

Baca :Shufa, Seni Kaligrafi China yang Bisa Mencegah Stres

Sementara karya Suriyapatarapun dari Thailand, pemenang kedua dalam kompetisi ini, telah dipamerkan pada bulan September 2017.

Tahun ini, adalah giliran karya Muhlis Lugis dari Indonesia yang menjadi juara ketiga pada kompetisi yang sama.

Sayangnya, seni grafis kurang populer di Indonesia meski karya seni ini begitu diminati di luar negeri.

Hal ini terbukti dari begitu banyaknya peserta dari luar negeri -seperti Amerika Serikat, Argentina, Australia, Belgia, dan sebagainya, yang turut serta dalam kompetisi yang digelar oleh Bentara Budaya sejak tahun 2003 ini.

Hal ini pun juga diakui oleh Muhlis Lugis. Menurut dia, seni grafis di Indonesia saat ini memang belum begitu dikenal, bahkan orang lebih mengenal desain grafis.

"Mungkin, itu karena meraka belum mengetahui karya seni grafis bentuknya seperti apa. Jadi seni grafis memang mesti terus dikenalkan kepada masyarakat," ucap pria asal Makasar ini.

Lalu, apa sebenarnya seni grafis ini?

Banyak orang yang kerap keliru menafsir antara seni grafis dan desain grafis. Padahal, Muhlis berpendapat, dua hal tersebut sangatlah berbeda.

"Seni grafis itu cabang seni murni yang proses pembuatan karyanya dengan teknik cetak, sehingga karyanya memiliki edisi yang semuanya original."

"Kalau desain grafis itu, lebih ke perancangan grafis," tambah dia.

Kesenian ini berasal dari China yang bermula saat bangsa Tiongkok menemukan teknik pembuatan kertas pada penghujung abad I Masehi.

Cetak tinggi merupakan salah satu teknik cetak dalam seni grafis yang tertua.

Teknik ini biasanya menggunakan batu atau kayu yang diukir sebagai acuan cetak. Lalu, tinta dilabur di atas acuan cetak untuk memindahkan bentuk yang diukir di atas batu atau kayu tersebut.

Teknik cetak ini lebih banyak menggunakan acuan cetak berupa kayu. Oleh karena itu, teknik ini juga disebut teknik cukilan kayu.

Seiring dengan perkembangan teknolgi pembuatan kertas pada tahun 1400an di Eropa, teknik ini menjadi teknik cetak yang sangat populer dan menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.

Dalam karya-karyanya, Muhlis lebih banyak menggunakan teknik cukil kayu karena teknik ini merupakan  teknik yang paling sederhana.

"Waktu kuliah saya disarankan untuk mencoba beberapa teknik yang lain. Akhirnya saya mencoba teknik cukil kayu yang sangat sederhana."

"Saya mengembangkan teknik ini karena saran dosen saat mengambil gelar magister dulu," tambah dia.

Konsep dalam karya-karya Muhlis tak luput dari latar belakangnya sebagai orang Makasar.

Dalam budaya Bugis Makasar, dikenal adanya istilah siri' yang merupakan pembeda seorang manusia dnegan binatang.

"Munculnya berbagai konsep siri' di masyarakat menginspirasi saya dalam menciptakan karya seni untuk melakukan kritik sosial," kata pria yang dilahirkan di Ulo, Sulawesi Selatan ini.

Lewat karya seni grafisnya, ia berharap dapat menumbuhkan kembali budaya masyarakat tentang betapa pentingnya menamankan nila siri' ini.

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/04/13/170533020/perkenalkan-seni-grafis-balai-soejatmoko-gelar-pameran

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke