Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita di Balik Parfum Aroma Sampah dari Greenpeace Indonesia

KOMPAS.com - Parfum beraroma sampah dan efek pencemaran lingkungan yang dibuat Greenpeace Indonesia memiliki latar atau cerita tersendiri di balik pembuatannya.

Berawal dari kegelisahan masyarakat yang mengeluhkan kualitas udara yang memburuk dalam satu bulan terakhir, terutama di kota Jakarta. Kecemasan masyarakat akan polusi udara terus digaungkan melalui media sosial dan media massa.

Berangkat dari hal itu, Greenpeace Indonesia menggagas satu inovasi melalui parfum dengan bau sampah.

Kehadiran parfum ini pun dijadikan sebagai sarana edukasi agar masyarakat kembali lebih peduli dan menyadari dampak dari polusi dan pencemaran.

"Kita selalu menghadapi masalah polusi dan pencemaran dari tahun ke tahun. Kami membuat gagasan ini agar mengingatkan masyarakat kita tentang pentingnya menjaga lingkungan," ujar Charlie Albajili, Juru Kampanye Keadilan Perkotaan Greenpeace Indonesia saat ditemui Kompas.com di Jakarta, baru-baru ini.

Produk parfum dengan merek "Our Earth" ini juga termasuk sebagai strategi inovatif Greenpeace Indonesia untuk mengingatkan masyarakat bahwa lingkungan kita dalam kondisi kritis.

Nantinya, kehadiran tiga jenis parfum beraroma sampah ini akan digunakan sebagai sarana edukasi bagi masyarakat untuk lebih melestarikan lingkungan.

"Kami berupaya untuk menggunakan tools ini agar esensinya bisa membuat kita ngobrol lebih banyak dan membuat orang lebih memahami makna dan penyebab dari masalah lingkungan," tambah Charlie.

Ada tiga jenis parfum yang dihadirkan Greenpiece Indonesia dan ketiganya dibuat dengan kombinasi bahan alami, tidak diperjualbelikan dan diproduksi secara terbatas.

Dedi Mahpud, pria berusia 60 tahun yang merupakan seorang ahli kimia senior asal Bogor, Jawa Barat, dipilih Greenpeace Indonesia untuk meracik parfum tersebut.

Sebelumnya, Dedi terbiasa bekerja sama dengan banyak pihak dalam meracik parfum. Tapi, kerja sama yang satu ini menurutnya adalah sesuatu yang unik dan belum pernah dia buat sama sekali.

"Saya kebetulan diminta untuk meracik parfum tapi yang ini bukan parfum biasa," katanya.

Melalui berbagai riset kecil yang dilakukannya terkait aroma yang muncul akibat pencemaran dan polusi, akhirnya Dedi menemukan sejumlah formula yang mampu menggambarkan aroma parfum seperti aroma pencemaran yang asli.

Dedi membuat tiga parfum berdasarkan aroma polusi atau pencemaran lingkungan yang ada di udara, tanah dan pencemaran sungai.

Proses pembuatan parfum dengan bau sampah ini dia lakukan di rumahnya sendiri dengan alat-alat yang memadai. Berbagai bahan ia gunakan untuk mendekati aroma yang paling mirip dengan kondisi di lingkungan, mulai dari daging mentah, daun kering, ranting, bangkai ikan, ampas sayuran, ampas kelapa dan lain sebagainya.

Semua bahan natural itu diproses melalui teknik fermentasi dari dengan bantuan udara dan air.

"Uap dari proses fermentasi itu disedot, ditampung dengan media air. Setelah tiga minggu, baunya langsung tercium dan tidak ada orang yang kuat menghirupnya," katanya.

Semua produk parfum yang diciptakan Didi sudah melewati serangkaian uji laboratorium sehingga aman untuk dihirup.

Tapi karena aromanya yang sangat busuk, kata Didi, tidak akan ada orang yang mampu menghirupnya dalam waktu lama.

"Meski sudah dijamin aman, pasti tidak ada orang yang kuat mencium aroma parfum ini karena baunya naudzubillah," tambah Dedi.

Kompas.com berkesempatan untuk menghirup aroma parfum berbau polusi dan pencemaran ini.

Parfum berwarna merah menggambarkan aroma akibat pencemaran dan polusi udara memiliki aroma yang  berbau sangit (atau hangus) dan terasa bau udara kotor dan berdebu seperti aroma lingkungan "rumah kosong".

Kemudian aroma parfum berwarna biru yang mencerminkan pencemaran sungai terasa lebih seperti bangkai ikan yang direndam lama di dalam air.

Parfumnya memiliki konsistensi kental berwarna kuning kecoklatan. Bahkan dari jarak sekitar 30 cm dari sampel kertas, aroma busuknya sudah tercium cukup menyengat.

Lalu ada pula parfum dengan kemasan berlogo kuning yang menggambarkan aroma pencemaran tanah. Parfum ini lebih terasa seperti aroma buah dan daging yang membusuk di tanah selama berminggu-minggu.

Tidak butuh waktu lama ketika parfum itu disemprotkan ke kertas sampel, aroma busuk sampahnya langsung menyengat dan sangat mengganggu indra penciuman.

"Dari ketiga parfum itu, saya akui semuanya bikin kita tidak tahan. Tapi yang paling parah yang berwarna biru dan kuning menurut saya," lanjut Dedi.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/08/27/162142020/cerita-di-balik-parfum-aroma-sampah-dari-greenpeace-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke