Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Gibran Singgung Masalah Stunting dan Sanitasi, Apa Kaitannya?

KOMPAS.com -Calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka mengangkat permasalahan stunting dan sanitasi dalam debat cawapres 2024, kemarin.

“Masalah stunting kita juga intervensi tempat tinggalnya. Kita tidak bisa hanya memberikan tambahan untuk ibu hamil dulu tapi kita tidak menyentuh rumah tinggalnya,” ujarnya.

Pernyataannya ini sontak menuai rasa penasaran publik soal kaitan antara dua hal tersebut.

Maklum saja, selama ini stunting cenderung dianggap buah asupan nutrisi yang buruk belaka.

Penyebab stunting bukan cuma gizi, tapi juga sanitasi buruk

Masalah gizi buruk alias stunting pada anak-anak masih menjadi tantangan kesehatan serius secara global, termasuk di Indonesia.

Berdasarkan data survey status gizi nasional (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia di angka 21,6 persen,

Angka ini sebetulnya lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yakni 24,4 persen meskipun belum ideal.

Pasalnya, pemerintah menetapkan target prevalensi stunting di tahun 2024 sesuai standar WHO yakni di bawah 20 persen.

Stunting adalah gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan anak-anak yang terjadi pada 1.000 hari pertama.

Ada beberapa faktor yang memicu stunting yang tak cuma berkaitan dengan masalah kekurangan gizi, tapi juga sanitasi yang buruk.

Menurut asisten ilmuwan nutrisi ibu dan anak dari ICDDR, B - organisasi penelitian kesehatan internasional yang berbasis di Dhaka, Bangladesh, Dr Shah Mohammad Fahim, disfungsi enterik lingkungan yang mencakup kekurangan air, kebersihan dan sanitasi buruk juga menjadi penyebab stunting pada anak-anak.

Salah satu alasan yang membuat sanitasi buruk menjadi faktor pemicu stunting adalah tidak adanya akses air bersih atau fasilitas sanitasi yang memadai, berpotensi menyebabkan kontaminasi air.

Anak-anak yang terpapar air yang tercemar bakteri, kuman atau parasit memiliki risiko tinggi terkena infeksi yang mengganggu penyerapan nutrisi.

Hal tersebut juga mengganggu sistem kekebalan tubuh, hingga berpotensi meningkatkan risiko peradangan dan kerusakan usus.

Pada gilirannya, kondisi itu pun membuat anak mengalami gangguan penyerapan nutrisi dari makanan yang dikonsumsi hingga memicu kekurangan gizi.

"Sanitasi buruk membawa konsekuensi yang mengakibatkan malabsorpsi, gizi buruk, hingga defisiensi mikronutrien pada lingkungan yang tidak mendukung," katanya seperti dikutip dari Tbsnews.

Berdasarkan penelitian itu, ditemukan adanya hubungan sebab akibat antara komponen kuman yang ada di usus kecil anak-anak.

Anak-anak yang terpapar sanitasi buruk dalam jangka panjang menghadapi risiko tinggi untuk mengalami hambatan dalam pertumbuhannya.

Dengan kata lain, nutrisi yang tidak mencukupi, dikombinasikan dengan infeksi berulang, dapat memicu keterlambatan dalam pertumbuhan fisik dan mental.

Bahkan tak cuma risiko stunting, tetapi dampak sanitasi buruk juga meningkatkan risiko anemia dan kekurangan zat besi pada anak-anak sampai memicu perkembangkan penyakit tidak menular di kemudian hari.

Dalam mencegah dan menanggulangi masalah ini, para ahli pun mengimbau untuk lebih fokus pada praktik sanitasi yang baik.

Seperti memperbaiki sanitasi dan kecukupan air bersih di dalam lingkup rumah tangga, mengurangi kontaminasi feses pada makanan dan air, membatasi paparan terhadap unggas dan hewan lainnya, hingga memastikan pemberian ASI yang berkualitas pada anak-anak.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/12/23/132751520/gibran-singgung-masalah-stunting-dan-sanitasi-apa-kaitannya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com