Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memerangi Bola Salju Kecemasan

Kompas.com - 10/01/2008, 21:37 WIB

Kecemasan yang timbul karena diketahui diri kita mengidap penyakit, atau karena sebab yang lain, bisa menjadi seperti bola salju yang terus membesar. Akibatnya, semakin besar pula hasil negatif yang akan kita peroleh.

Tiga bulan terakhir ini Alex menampilkan perubahan yang cukup besar dalam pergaulan. Ia lebih banyak murung dan tidak lagi menunjukkan semangat seperti sebelumnya kalau diajak melakukan kegiatan bersama.

Di antara kelompoknya yang terdiri dari enam orang, Alex tergolong paling aktif dan periang. Sekarang ini bercandanya berkurang, dan sering mengeluhkan hal-hal yang dulunya bukan menjadi kebiasaannya.  Keluhan ini berawal dari sejak ia dinyatakan mengalami gangguan pada tulang atau yang biasa disebut osteoporosis. Alex yang dikenal sebagai bintang dalam tim sepakbola kampus, mengalami retak tulang di atas tumit kaki kanannya ketika diadakan pekan olahraga antar fakultas. Ia terjatuh setelah bertabrakan dengan Bobby dalam memperebutkan bola. 

Ketika dibawa ke rumahsakit dan dilakukan pemeriksaan menyeluruh di klinik tulang, dokter menemukan adanya kelainan pada kondisi tulang Alex. Ia sangat terkejut mendengar keterangan dokter dan mulai timbul pikiran-pikiran negatip mengenai masa depannya, terutama sebagai olahragawan.

Dalam sebuah kesempatan pulang bersama Alex, Didi yang selalu mengendarai mobil sendiri ke mana-mana, menyampaikan pandangannya tentang perubahan ini kepada Alex. Dengan nada pesimis Alex mengungkap kecemasannya. 

Sebelumnya ia tidak pernah merasakan ada masalah dengan badannya. Belakangan ini ia makin menyadari bahwa ia benar-benar menderita sakit pada semua anggauta badannya. Ini yang membuatnya semakin sedih dan cemas. 

Suasana Jadi Muram
Dari sini Didi memahami apa yang menyebabkan Alex jadi sering diam dan kurang bersemangat. Keadaan Alex ini mengingatkan Didi pada ibunya. Sekitar dua tahun yang lalu, seorang dokter mendiagnosa ada tumor di dalam rahim ibunya. 

Didi masih ingat betul peristiwa itu karena dialah yang mengantar ibunya ke dokter. Yang tidak bisa dilupakan Didi adalah ketika meninggalkan klinik, ibunya langsung terduduk lemas di mobil dan menangis tersedu-sedu. Setelah tiba di rumah dan bertemu dengan ayah dan kakak perempuannya, barulah ia tahu apa yang menyebabkan ibunya seperti itu. 

Sejak hari itu ibunya jadi lebih pendiam, malas keluar rumah dan sangat murung. Suasana di dalam rumah jadi suram, serba salah dan ibu jadi sering marah. Ayah yang sudah begitu sabar bisa jadi sasaran amarah ibu untuk hal yang kecil-kecil. 

Masalah sakitnya ibu ini akhirnya terdengar juga sampai ke telinga sahabat baik  ayahnya, yang menganjurkan untuk memeriksakan ulang ke dokter ahli kandungan lainnya, sekadar untuk meyakinkan.  Tanpa ragu-ragu ayah mengajak ibu mendatangi dua dokter ahli untuk mendapatkan pemeriksaan lebih teliti. Awalnya ibu tidak mau mengikuti ajakan ayah, karena ketakutannya sudah semakin besar. Dengan bujukan anak-anaknya, akhirnya ibu pergi juga. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com