Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Lulantatibu, Batik Pemersatu Suku Dayak di Perbatasan

Kompas.com - 13/11/2017, 20:13 WIB
Sukoco

Penulis

Berdayakan UMKM

Selama mengembangkan batik lulantatibu pada tahun 2010, pemerintah daerah telah membina sejumlah usaha kecil menengah UMKM untuk mempelajari dan memproduksi batik itu.

Pemerintah daerah bahkan mengadakan rumah batik untuk mempercepat pemunculan batik itu sambil melakukan pembinaan terhadap UMKM. Namun pada tahun 2013 program rumah batik terhenti.

Rencananya pemerintah daerah akan kembali membuka rumah batik pada akhir tahun 2017 agar pengembangan batik lulantatibu bisa berkelanjutan setelah mendapat hak paten. “Kita akan gunakan bangunan perumahan dewan yang tidak difungsikan tahun ini,” ujar Rasna Kabid Pemasaran dan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Kabupaten Nunukan.

Pemerintah daerah juga akan mewajibkan semua PNS dan siswa sekolah mengenakan batik lulantatibu setiap hari Kamis. Terkait ketersediaan bahan batik, pemerintah daerah akan menggandeng UMKM yang ada sehingga ekonomi kerakyatan dan kelestarian batik lulantatibu tetap berjalan.

Dinas Pariwisata Kabupaten Nunukan juga membebaskan setiap SKPD maupun sekolah untuk mengembangkan sendiri motif batik yang akan mereka kenakan. “UMKM nanti yang akan menyediakan kebutuhan batik untuk seragam baik PNS maupun siswa sekolah,” imbuh Rasna.

Pewarna alam

Banyaknya bahan yang bisa dimanfaatkan untuk pewarnaan alami di wilayah perbatasan akan dimanfaatkan agar menghasilkan batik bernilai tinggi. “Batik go green nilai jualnya lebih tinggi daripada batik yang dihasilkan dari pewarnaan sintetis. Namun bahannya agak mahal dan prosesnya juga agak lama,” ujar Wahyu.

Untuk menghasilkan warna merah, perajin memanfaatkan kayu secang. Sementara kunyit dipakai untuk menghasilkan warna jingga, daun jambu menghasilkan warna coklat muda, dan daun jati akan menghasilkan merah maron. Untuk penguatan warna dan pegikat warnanya digunakan tawas.

Kerumitan proses justru terjadi saat proses penghasilan warna, dimana campuran bahan pewarna dan campuran tawas sangan menentukan hasil akhir. “Rumitnya itu kalau kita belum pandai, umpama kita dapat pesanan 10 baju itu warnanya bisa beda beda karena pengaruh takaran campuran,” kata Wahyu.

Batik Lulantatibu sendiri selain menjadi cerminan keberagaman suku di Kabupaten Nunukan juga merupakan simbol kebersamaan antar suku yang mendiami kawasan di wilayah perbatasan tersebut.

Perbedaan goresan yang dimiliki oleh masing masing suku disatukan menjadi rangkaian motif batik yang menghasilkan keindahan. Batik ini menjadi semangat berdampingan untuk kehidupan yang lebih baik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com