Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diet Rendah Karbohidrat Tak Efektif Turunkan Berat Badan, Benarkah?

Kompas.com - 21/07/2018, 19:54 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Wisnubrata

Tim Redaksi

Sumber menshealth

KOMPAS.com - Diet rendah karbohidrat dipercaya sebagai salah satu cara ampuh untuk menurunkan berat badan.

Beberapa pakar kesehatan percaya mengurangi asupan kabohidrat dan meningkatkan asupan lemak adalah cara terbaik untuk menurunkan berat badan.

Inilah yang menyebabkan tingginya peminat diet keto, yang menerapkan pola konsumsi tinggi lemak namun rendah karbohidrat.

Tubuh penganut diet keto akan mengalami proses ketosis yaitu pembakaran lemak untuk energi, yang mendorong penurunan berat badan.

Sayangnya, sebuah riset menemukan jika pola diet tersebut tak efektif untuk menurunkan berat badan.

Dilansir dari laman Men's Health, riset tersebut dilakukan oleh peneliti dari University of Aberdeen dan Chinese Academy of Sciences.

Riset dilakukan dengan subjek penelitian berupa tikus dalam waktu tiga bulan masa penelitian.

Hasil menunjukkan, tikus yang mengonsumsi makanan tinggi lemak mengalami kenaikan berat badan lebih besar daripada tikus yang mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat.

Bahkan, tikus yang mengonsumsi lebih banyak karbohirat tak mengalami penambahan berat badan sama sekali.

Menurut peneliti, mengonsumsi lemak adalah satu-satunya hal yang membuat berat badan tikus bertambah.

Selama tiga bulan, yang setara dengan sembilan tahun masa manusia, John Speakman dari University of Aberdeen selaku pemimpin riset mempelajari bagaimana tikus merespon 30 pola diet yang berbeda.

Baca juga: Yuk, Ungkap Penyebab Berat Badan Balik Lagi Setelah Diet

Pola diet diberi variasi dalam hal kandungan lemak dan karbohidratnya.

Makanan tersebut disediakan untuk para hewan, sehigga mereka bisa makan kapan pun mereka suka dan sebanyak yang mereka inginkan.

Pada akhir tiga bulan masa riset, Speakman menemukan tikus yang diberi 50 hingga 60 persen makanan tinggi lemak memiliki berat badan tertinggi.

Ketika periset melihat struktur otak subjek penelitian, kata Speakman, peneliti menemukan gen yang mengontrol respon terhadap aktivitas menyenangkan seperti makan atau seks.

Gen tersebut diaktifkan ketika tikus mengonsumsi makanan tinggi lemak. Namun, tidak ada stimulasi pada gen tersebut ketika tikus mengonsumsi makanan rendah karbohidrat.

Hasil riset ini memecah asumsi bahwa konsumsi lemak bisa membuat kenyang, membantu mengonsumsi lebih sedikit kalori secara keseluruhan.

Menurut Speakman, diet tinggi lemak justru memicu tikus untuk mengonsumsi lebih banyak kalori.

Menariknya, peneliti menemukan tikus yang menerapkan diet yang terdiri dari 80 persen lemak mengalami kenaikan bobot lebih rendah 15 persen daripada tikus yang menerapkan 50 hingga 60 persen diet lemak.

Meskipun diet keto menerapkan pola konsumsi 80 persen tinggi lemak, Speakman menyakini tikus yang melakukan diet lemak 80 persen tidak mengalami ketosis.

Ini disebabkan karena tikus tidak memerlukan banyak karbohidrat untuk energi.

Oleh karena itu, tikus tidak perlu memproduksi keton sebagai bahan bakar tubuh mereka.

Hasil menunjukan diet rendah karbohidrat dan konsumsi lemak yang sangat tingi, menyebabkan penurunan berat badan atau setidaknya menjaga berat badan.

Hal tersebut tentu memiliki hasil yang berbeda dibandingkan diet tinggi lemak dan rendah kabohirat dengan jumlah moderat.

Jadi, apa artinya ini bagi manusia?

Menurut Speakman dan Dr. Konstantinos Spaniolas, Direktur Associate dari Stony Brook Metabolic and Bariatric Weight Loss Center di New York, hal ini jelas sangat rumit pada mekanisme tubuh manusia.

Penelitian Speakman ini mengunakan hewan sebagai subjek riset dan mungkin tidak memiliki implikasi sama sekali bagi manusia.

"Seringkali sangat sulit untuk menerjemahkan penelitian tikus kepada manusia," kata Spaniolas.

Namun, bagi Spaniolas tikus yang mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat tidak mengalami kenaikan berat badan bukan hal yang mengejutkan.

Baca juga: 6 Aturan Aman Menjalani Diet Rendah Karbohidrat

"Diet tinggi karbohidrat bukanlah rekomendasi untuk menurunkan berat badan," katanya.

Tapi, Spaniolas merasa bingung mengapa tikus yang mengonsumsi makanan tinggi lemak mendapatkan penambahan berat badan lebih tinggi daripada diet tinggi kabohidrat.

Hasil riset Speakman memang mengatakan diet tinggi lemak bukan satu-satunya penyebab kenaikan berat badan.

Tapi, menurur Spaniolas, ketosis bekerja dalam jangka pendek bagi manusia.

Selain itu, banyak riset tentang diet rendah karbohirat seperti diet keto mendukung hal ini.

Ada banyak dampak negatif dari mengonsumsi makanan tinggi lemak ini.

Bahkan, ada juga bukti yang menunjukan penurunan berat badan dari diet rendah karbohidrat seperti diet keto tak akan bertahan dalam jangka panjang.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com