Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/08/2018, 07:22 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Mustaghfiroh Rahayu, akrab disapa Ayu, menilai, komentar yang mengarah ke fisik merupakan harassment (pelecehan).

“Kalau saya melihat, para perempuan yang mengobjektifikasi tubuh Jojo ini sama dengan laki-laki ketika mengobjektifikasi tubuh Aura Kasih, misalnya. itu bagian dari harassment,” ujar Ayu, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (29/8/2018).

Menurut Ayu, menjadikan tubuh seseorang sebagai objek perhatian merupakan hal yang tidak wajar sehingga tidak sepatutnya dilakukan. 

“Dalam konteks Jojo, dia lebih dikagumi karena perut six pack-nya daripada prestasinya yang membanggakan. Di sini lah terjadi proses instrumentality. Target (Jojo) dijadikan alat untuk memenuhi tujuan sesorang, salah satunya tujuan kepuasan seksual,” terang Ayu.

Menurut Ayu, histeria perempuan saat melihat Jojo membuka baju dinilai masih wajar, karena budaya di masyarakat kita tidak terbiasa melihat hal semacam itu dilakukan di ruang terbuka.

Pendapat yang sama disampaikan pendiri komunitas Jejer Wedon yang fokus pada isu perempuan, Dewi Candraningsih. 

“Kalau misalnya jerit-jerit ‘uuh tampan’, ‘uuh keren’, itu euforia. Tapi kalau sampai berlebihan, itu sama saja dengan misalnya Via Vallen nyanyi terus disuruh ngelepas baju suruh telanjang, ya itu sama, sudah termasuk harassment,” ujar Dewi, saat dihubungi terpisah.

“Tentang Jojo itu ya saya kira euforia dan juga selebrasi tubuh. Kan maksudnya di Indonesia sekarang apa-apa ditutupi, sebenernya sih kalau budaya nusantara sih enggak gitu-gitu banget  kan ya,” lanjut dia.

Namun, menjadi tak dibenarkan ketika komentar-komentar yang mengarah pada ranah seksual seperti banyak ditemukan di media sosial.

Penghormatan terhadap tubuh

Dalam pandangan sosiologi, pelecehan seksual merupakan hal yang tidak dibenarkan baik dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan.

“Kita harus adil, jika itu tidak boleh dilakukan laki-laki, perempuan juga (tidak boleh melakukan) dong. Enggak ada alasan untuk memperbolehkan kita mengobjektifikasi siapa pun, entah dengan alasan apa,” ujar Ayu.

Hal ini juga ditekankan oleh Dewi. Ia mengatakan, penghormatan terhadap tubuh berlaku untuk semua, baik laki-laki, perempuan, maupun kaum minoritas seksual. Alasannya, hal ini menyangkut integritas.

Feminis, Dewi Candraningsih memberikan pendapatnya tentang pelecehan seksual pada fenomena Jojo di Asian Games.Dewi Candraningsih Feminis, Dewi Candraningsih memberikan pendapatnya tentang pelecehan seksual pada fenomena Jojo di Asian Games.
“Jadi seharusnya standar itu ya berlaku sama. Jadi kalau misalnya saya bersuara melawan pelecehan seksual terhadap perempuan ya seharusnya itu berlaku sama,” kata Dewi.

Lalu, di mana batas pujian bisa mengarah ke pelecehan?

“Bukan pada kata-kata atau kalimat, tapi pada modus dan niatnya. Misalnya lagi wawancara kerja, kamu dibilang ‘uh kamu cantik’, itu jelas pelecehan. Tapi misalnya, ketika anak abis mandi terus ibunya bilang ‘uh kamu cantik’, ya itu bukan pelecehan, itu ibunya memuji anaknya,” kata Dewi menyontohkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com