Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mari Kenali dan Cegah "Bullying" Sebelum Menyesal...

Kompas.com - 21/01/2020, 12:42 WIB
Nabilla Tashandra,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

"Konteksnya berbeda tapi memang sering mix up, karena korban dikata-katain lewat chat atau komentar di media sosial, teror di WA (WhatsApp), itu masuk cyber bullying," kata Ayoe.

Ia menambahkan, cyber bullying bisa dikatakan jauh lebih berbahaya dibandingkan jenis bullying verbal maupun fisik.

Baca juga: Kampanye Anti Bullying, Perlu Kerja Sama Guru dan Orangtua

Sebab, cyber bullying bisa terjadi di mana saja selama ada sambungan internet. Pada kasus bullying verbal dan fisik, orang sekitar mungkin bisa melihatnya, namun tidak bagi korban cyber bullying.

"Kalau bullying fisik atau verbal di sekolah, misalnya, lalu kamu keluar dari sekolah seperti ke rumah, kamu akan merasa rumah sebagai tempat aman dari bullying di sekolah."

"Tapi cyber bullying, bisa saja kamu lagi buka akun Twitter, kamu diserang, itu bisa terjadi bahkan ketika kamu sedang di kamar sendiri dan orangtua ada di luar kamar."

"Mereka enggak tahu kalau kamu di dalam kamar sedang menangis akibat cyber bully," ungkapnya.

Di samping itu, efek cyber bullying bisa jauh lebih besar. Ketika sebuah unggahan bernada bullying diunggah ke internet, semua orang bisa mengaksesnya bahkan orang-orang yang mungkin tidak dikenal dan mengenal korban.

Tanda-tanda anak jadi korban bullying

Orangtua dan lingkungan terdekat, terutama sekolah, harus lebih peka mengenali jika ada perubahan perilaku pada seorang anak.

Seorang anak yang menjadi korban bullying akan mengalami perubahan perilaku, dan ini terjadi tidak dalam waktu yang singkat.

Baca juga: Apa Itu Beauty Bullying, dan Bagaimana Menghentikannya

"Ini terjadi lebih dari dua minggu," kata Ayoe.

Beberapa tanda tersebut, di antaranya:

- Anak menarik diri dari lingkungan tempat dia menjadi korban bullying. Jika bullying terjadi di sekolah, anak menjadi malas sekolah.

Sementara jika bullying terjadi di media sosial, anak menjadi takut membuka media sosial, dan lainnya.

- Kekurangan minat.

- Sulit tidur atau tidur terlalu lama.

- Melakukan sesuatu yang di luar kebiasaan.

- Hilang nafsu makan atau makan berlebihan.

Mencegah anak jadi korban bullying

Bullying bisa membuat korban merasa depresi, yang pada beberapa kasus berujung pada hal-hal yang membahayakan hidup. 

Ingatlah, siapa pun bisa menjadi korban bullying. Namun, kita semua bisa melakukan sejumlah cara untuk mencegah agar anak tak menjadi korban bullying.

Keluarga dan lingkungan mempunyai peran yang sangat penting dalam hal pencegahan.

Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:

1. Membangun konsep diri yang baik

Ayoe menjelaskan, konsep diri adalah bagaimana anak memandang diri, dan anak perlu dibuat untuk memiliki pandangan diri yang baik.

Membentuk pandangan diri yang baik bisa diawali dengan menciptakan lingkungan yang suportif di tengah keluarga.

Baca juga: Studi: Tidak Semua Anak Agresif adalah Pelaku Bullying

Misalnya, dengan tidak sering menyalahkan anak, karena hal itu bisa merusak konsep diri mereka.

"Kamu enggak bisa apa-apa, gitu aja enggak bisa. Kata-kata itu kecil tapi jika berulang, konsep anak akhirnya merasa enggak bisa apa apa," ujar dia.

Setiap anak pasti memiliki kekurangan, namun setiap anak juga pasti memiliki kelebihan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com