Hal itu mungkin terjadi bagi karena gerakan yang terlalu banyak dan terlalu cepat. Demikian diungkapkan ahli fisiologi olahraga Tom Holland, yang juga penulis The Marathon Metode.
Baca juga: HIIT Bisa Bikin Sembelit, Apa Alasannya?
Mengapa? Tidak hanya otot dan jaringan lain yang belum cukup kuat untuk menangani intensitas, tetapi kemungkinan kamu juga tidak mengenal tubuh sendiri dengan baik.
Termasuk mengenali kapan saatnya untuk memutar balik, atau berhenti sama sekali.
Wawasan semacam itu hanya muncul saat kita sudah memperoleh lebih banyak pengalaman dengan olahraga.
"Jadi habiskan setidaknya dua bulan membangun dasar kekuatan dan kebugaran aerobik sebelum mencoba HIIT," kata Holland.
Atau, gabungkan latihan interval tetapi pada intensitas yang lebih rendah -misalnya, jogging ketimbang berlari cepat, sebelum berusaha keras menjajal HIIT.
Karena intensitas dan sifat berdampak tinggi dari beberapa latihan, HIIT menempatkan banyak tekanan pada otot, persendian, tendon, dan ligamen.
"Latihan ini pun dapat meningkatkan risiko cedera atau cedera ulang," kata Keating.
Jika kamu berurusan dengan segala jenis cedera yang menyebabkan sakit, kamu sebaiknya bertahan dalam bentuk olahraga yang lebih "soft".
Baca juga: Mana yang Paling Efektif, Sprint, HIIT atau Lari Intensitas Moderat?
"Tidak berolahraga mungkin akan lebih buruk bagi saya, daripada memulai program olahraga, terlepas dari intensitasnya," kata Feito.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.