Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gaya Hidup Digital Nomad Membahagiakan, Benarkah?

Kompas.com - 15/04/2020, 08:42 WIB
Gading Perkasa,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

"Tapi kita tidak pernah dalam budaya stabil. Kita selalu berubah dari satu budaya ke budaya lain, kita datang dan pergi, dan kadang-kadang kita mengalami gegar budaya."

Ia mencontohkan, di Vietnam, tinggi kursi di restoran mewah hanya 30 centimeter. Sedangkan di India, orang cenderung duduk di lantai untuk makan.

Bahkan kopi pun sangat bervariasi, tergantung di mana kita berada.

Baca juga: Cara Memutus Kontak Digital dengan Mantan Kekasih

Orang Vietnam meminumnya dengan es, sedangkan di Malaysia mereka menggoreng biji kopi, yang membuatnya sangat berminyak.

"Semuanya sangat kultural dan kita harus selalu beradaptasi dengan itu," kata Muller.

"Dan saya pikir ada perasaan yang tidak kita mengerti dan tidak merasa dimengerti orang lain pada saat bersamaan. Ini benar-benar melelahkan."

Dalam kehidupan kita sehari-hari, mudah untuk menyepelekan ketergantungan kita pada rutinitas. Seperti, di mana mendapatkan kopi favorit di pagi hari, berapa harga satu kilogram tomat, dan lain-lain.

Biaya hidup juga bisa setengah atau dua kali lipat dari tempat tinggal kita, tergantung negara yang kita datangi.

"Ketika saya pergi ke suatu tempat, saya harus mencari tahu berapa harga asli sebuah mangga, apakah saya mendapat harga turis atau itu harga sebenarnya," kata Muller.

"Anggap saja ini pertarungan yang berat," sambung dia.

Ada tekanan agar berhasil

Ada tekanan dari kerabat, keluarga, dan orang-orang yang kita tinggalkan. Sebab biasanya mereka berharap banyak dari orang yang pindah negara untuk bekerja.

"Terutama jika kepindahan terjadi dari dari negara yang kurang sejahtera," kata Muller.

Seorang teman Muller pindah dari Tunisia ke Kanada, dan keluarga serta teman-temannya selalu bertanya tentang rumah, mobil apa yang dia miliki, dan seberapa sukses dia.

"Lebih sulit berbagi dengan orang di rumah jika kita berjuang dan mengalami krisis."

"Sebab mereka meyakini, -misalnya, 'kamu tinggal di Singapura, punya rumah, supir, pekerjaan yang bagus, dan menghasilkan uang, apa masalahnya?'"

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com