Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Teknik Batik Dingin dalam Pameran Virtual "Retrospection"

Kompas.com - 02/09/2020, 14:08 WIB
Reni Susanti,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Indonesia sudah mengenal batik sejak lama. Bahkan batik menjadi warisan leluhur yang hingga kini terus dijaga.

Teknik yang digunakan dalam pembuatannya pun beragam. Namun, umumnya batik dibuat menggunakan canting dan malam.

Di samping itu, ada pula yang disebut teknik batik dingin. “Teknik ini diperkenalkan Niken Apriani.”

Baca juga: Bertahan pada Era Pandemi, Elizabeth Hadirkan Tas Batik Kekinian

Demikian kata Dosen Program Studi Desain Produk Universitas Agung Podomoro, Dina Lestari saat dihubungi Selasa (1/9/2020) kemarin.

Dina menjelaskan, batik umumnya dikenal sebagai teknik membuat ragam hias di atas kain dengan menutup pori-pori kain menggunakan perintang malam atau lilin panas.

Namun, batik dingin berbeda. Sebab teknik ini menggunakan bubur biji asam tamarin sebagai pengganti lilin panas untuk merintangi kain.

“Tidak ada proses pemanasan dan tidak perlu menggunakan canting, namun hasilnya menyerupai batik pada umumnya,” tutur Dina.

Baca juga: Secret Key Luncurkan Edisi Spesial Batik Khusus untuk Wanita Indonesia

Teknik ini menjadi salah satu yang digunakan Dina dalam karya terbarunya. Karya-karya tersebut dipajang dalam pameran tunggal virtual bertajuk “Retrospection”.

Dalam pameran ini, Dina menampilkan karyanya selama 10 tahun terakhir. Karya tersebut bisa disebut retrospeksi dari perkembangan dan perjalanan berkaryanya.

“Seni adalah bahasa universal, setiap orang memiliki pendapat dan gagasannya sendiri tentang apa itu seni,” ucap dia.

Bagi dia, seni adalah cerminan perjalanan hidupnya. Seni selalu berkembang dan tidak statis.

“Berkarya seni adalah proses bermain, eksperimentasi, dan eksplorasi ide, teknik, dan juga material."

"Itu sebabnya karya-karya saya terus berkembang dengan penggunaan beragam material dan teknik,” tutur dia.

Baca juga: Batik Tulis dari Lasem Semarang Akan Diboyong ke Belanda

Founder Komunitas 22 Ibu, Ariesa Pandanwangi melihat, yang membedakan karya batik kreatif Dina dengan yang lain adalah pilihan bentuk atau objek yang ditampilkan.

“Dina senang menggunakan idiom alien untuk menggambarkan metafora masyarakat posmodern yang mengalami kebingungan kultur,” ucap dia.

Jadi meskipun lukisan yang ditampilkan berwujud batik, kadang terselip nakal objek alien atau UFO pada beberapa karya Dina.

Pameran ini merupakan rangkaian acara Bandung Art Month 2020. Pameran virtual tersebut digelar dari 22 Agustus-22 Desember 2020.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com