Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/09/2021, 23:00 WIB
Anya Dellanita,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sumber New Atlas

Lalu, eksperimen kedua atau “forced desynchrony” memaksa para peserta untuk menjalani tujuh hari penuh dengan siklus bangun/tidur sebanyak 28 jam, dan berlangsung selama 28 jam.

Baca juga: Pengidap Asma Terinfeksi Covid-19, Apa yang Harus Dilakukan?

Eksperimen yang memakan waktu 196 jam ini dirancang untuk mengamati perilaku pasangan yang telah menikah dan memisahkan perilaku sehari-hari dari siklus sirkadian internal selama 24 jam.

Jadi pada akhir percobaan, fase tidur dan makan sepenuhnya dipisahkan dari ritme sirkadian.

Hasilnya, dua eksperimen ini menunjukkan, ritme sirkadian dapat memerankan peran penting dalam siklus harian.

Menariknya, eksperimen desinkroni paksa dapat mengungkapkan bahwa fase tidur memainkan peran penting dalam tingkat parahnya asma, terlepas dari efek sirkadian.

Namun, pengaruh siklus sirkadian pada asma sama relevannya dengan siklus perilaku tidur/bangun, dan fungsi paru terendah terdeteksi pada sekitar ekuivalen sirkadian pukul 04.00 pagi.

Baca juga: 7 Cara Sederhana Mencegah Asma Kambuh

Jadi alasan utama asma tampaknya lebih buruk di malam hari adalah karena kombinasi perilaku tidur dan siklus sirkadian yang relatif merata.

"Kami mengamati bahwa orang-orang yang memiliki asma adalah orang-orang yang menderita penurunan fungsi paru akibat sirkadian terbesar di malam hari."

"Namun, mereka juga memiliki perubahan terbesar yang disebabkan oleh perilaku, termasuk tidur."

Hasil ini penting secara klinis. Sebab ketika dipelajari di laboratorium, penggunaan inhaler bronkodilator berdasarkan gejala tercatat empat kali lebih sering selama sirkadian malam daripada siang hari.

Selain itu, saat pelajari di laboratorium, penggunaan inhaler bronkodilator berdasarkan gejala, empat kali lebih sering selama sirkadian malam daripada siang hari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com