Ketiga, optimisme adalah karakteristik yang dimiliki individu mengenai kebahagiaan, ketekunan dan prestasi.
Orang yang optimistis memiliki harapan terhadap masa depannya, dan jarang mengalami depresi dalam hidupnya.
Keempat, casual analysis, artinya kemampuan individu mengidentifikasi penyebab dari permasalahan yang dihadapinya.
Bila orang tidak mampu mengindentifikasinya akan bisa melakukan kesalahan yang sama terus menerus.
Kelima, empati, artinya mampu memahami dan memiliki kepedulian pada orang lain. Empati berarti punya kemampuan untuk memahami keadaan emosional dan psikologis orang lain.
Maka orang yang empati akan gampang bersosialisasi dengan orang lain di sekitarnya.
Keenam, efikasi diri sebagai kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi. Efikasi diri membantu orang untuk memecahkan masalah hidup dan akhirnya mampu meraih kesuksesan.
Ketujuh, reaching out adalah kemampuan individu meraih aspek positif dari suatu pengalaman yang kurang menyenangkan. (Karni, 2019).
Lalu strategi apa yang dapat dilakukan oleh para lansia agar bisa memiliki resiliensi yang memadai dalam hidupnya?
Pertama-tama adalah menyaring berbagai informasi yang belum pasti. Pada masa pandemi ini berbagai media sosial menawarkan banyak informasi yang sebagian besar kadang berupa hoax.
Maka para lansia harus mampu menyaring mana informasi yang benar dan tidak benar.
Kemudian mereka perlu beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang ada, agar tidak mengalami stres.
Merekalah yang perlu menyesuaikan diri terhadap situasi yang dihadapi. Itu lebih gampang dari pada mengubah pihak lain.
Kaum lansia perlu melakukan aktivitas yang digemari. Hal ini penting agar kegiatan yang dilaksanakan para lansia sungguh membuat hati senang.
Melakukan sesuatu yang disukai kerap tidak terasa melelahkan. Sebaliknya mengerjakan sesuatu yang kurang disenangi cenderung terasa menjadi beban berat.