Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menangkal Mitos dan Campur Tangan Orang Lain demi MPASI Anak Lebih Sehat

Kompas.com - 01/04/2022, 08:05 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

Misalnya, kepercayaan yang berkembang jika bayi tidak boleh diberikan makanan berupa daging, telur, ikan, seafood sampai usia 12 bulan karena takut memicu alergi.

Keyakinan jika makanan bayi tidak boleh ditambahkan gula atau garam juga masih banyak dipegang, yang sebenarnya sangat dibutuhkan asal dalam takaran tepat.

Educreator yang pernah bekerja di RS Bethesda Yogyakarta, Bidan Ony Christy mengatakan bayi bisa diberikan menu lengkap yang mengandung karbohidrat, protein, lemak dan sayur buah di usia enam bulan.

"Perlu diingat sayur dan buah pada MPASI hanya bersifat pengenalan saja, bukan merupakan menu utama," katanya.

Alasannya, terlalu banyak sayur dan buah justru akan mengganggu pencernaan karena serat sulit dicerna oleh bayi.

Pemilik akun @bidankriwil ini mengatakan salah satu mitos yang kerap jadi musuh utama para ibu adalah memberikan kopi pada anak agar tidak kejang.

"Padahal hal itu jelas berbahaya dan tidak disarankan oleh medis," katanya.

Baca juga: Pola BAB Anak Berubah Setelah Diberi MPASI, Wajarkah?

Pentingnya support system untuk MPASI anak yang lebih sehat

Pakar kesehatan anak, dr. Andi Anita Utami, Sp.A paham benar besarnya campur tangan orangtua dan mertua ketika kita membesarkan buah hati, termasuk saat memperkenalkan MPASI.

Banyak orangtua pasiennya berkeluh karena kerap berkonflik dengan ayah dan ibunya sendiri ataupun mertua soal urusan memberikan makan.

Kaitannya dengan mitos-mitos yang beredar dan tradisi lawas yang masih dipertahankan.

"Seriiing, banyak yang berkonflik dengan orangtua atau mertua," katanya.

Maka dari itu, di lokasi praktiknya di Ketapang, Kalimantan Barat, ia mengizinkan para orangtua pasiennya membawa serta mertua saat berkonsultasi atau memeriksakan anak.

Sebelum pandemi Covid-19, ia bahkan bisa dikelilingi keluarga besar yang datang khusus untuk mendampingi cucu kesayangan.

"Biasanya cucu pertama, emak, bapak, mertua dari perempuan, dari laki-laki, semua mau masuk, saya silahkan saja," ujarnya.

Baca juga: Waspada, Pemberian MPASI Kurang Tepat Bisa Berisiko Stunting

"Bahkan saya akan bilang, kalau mertua susah dikasi tahu, bawa ke sini sekalian ya nanti saya sebagai dokter akan memberikan edukasi secara halus," kata Dokter Nita, demikian ia biasa disapa.

Jebolan Universitas Gadjah Mada itu percaya cara tersebut lebih baik dan persuasif karena orang yang dimaksud tidak sadar jika ia sebenarnya sedang diberi edukasi.

Kuncinya adalah bagaimana kita bisa berkomunikasi secara efektif dengan generasi lebih tua untuk pemenuhan hak nutrisi anak.

"Bisa dikasi tahu pelan-pelan, jangan bilang 'ma, enggak boleh lho', orang tua enggak bisa digituin," katanya.

"Sedangkan komentar atau nyinyiran yang datang dari tetangga ataupun netizen, sebaiknya dikalikan nol saja, tegasnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com