"Anak dapat merasakan ketika orang dewasa berbicara dengan berbisik atau diam tentang sesuatu,” ujar Eshleman.
"Mereka juga pandai merasakan ketakutan atau kecemasan pada orang dewasa dan dapat membuat mereka merasa seperti itu juga."
Nah, karena obrolan kemungkinan berjalan kaku, orangtua sebaiknya mencoba beberapa tips berikut ini.
Orangtua perlu mengajukan pertanyaan tentang apa yang anak rasakan tentang peristiwa traumatisnya.
Anak berapa pun usianya sebetulnya punya pengetahuan tentang situasi pembicaraan dengan teman atau mendengar percakapan orang dewasa.
Akan tetapi anak belum sepenuhnya memahami apa yang sudah didengar.
Sehingga anak membagikan informasi yang belum tentu benar atau mengulangi kesalahan yang dapat menyebabkan lebih banyak kebingungan.
Di sisi lain, anak perlu diberikan ruang untuk mengungkapkan perasaannya.
"Dengarkan dengan sungguh-sungguh dan jangan abaikan apa yang mereka katakan sebagai kekanak-kanakan," tutur Eshleman.
Orangtua disarankan berbicara secara perlahan dan berhati-hati dengan anak.
Penting juga untuk tidak menggunakan kata-kata yang menimbulkan kepanikan atau kebingungan pada anak.
Hal itu penting diingat karena tingkat pemahaman anak berbeda-beda sesuai rentang usianya.
Maka dari itu jangan membebani anak dengan informasi yang terlalu banyak.
"Anak biasanya bisa merasakan jika orangtua tidak jujur,” kata Eshleman.
"Tidak nyaman jika anak berpikir orangtua tidak jujur dengannya dan itu bisa menciptakan rasa tidak percaya."