Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Cara Menyikapi Peristiwa Traumatis yang Dialami Anak

Kompas.com - 18/07/2022, 11:36 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Anak yang hidup di bawah bayang-bayang trauma akan sulit menghadapi rasa takut, termasuk mengatur emosi dan cara berpikir.

Trauma memang bisa dialami siapa pun -termasuk anak- dan dapat disebabkan oleh sejumlah peristiwa yang menimbulkan goncangan.

Seperti kematian, serangan binatang buas, kekerasan, kecelakaan atau tragedi, bahkan perilaku bullying.

Meski lumrah terjadi, trauma pada anak sebaiknya segera diatasi oleh orangtua supaya hal ini tidak berlanjut.

Tapi, bagaimana caranya? Psikolog anak asal Cleveland Clinic, Kate Eshleman, PsyD, punya sejumlah panduan yang dapat diikuti sepertiu berikut ini.

1. Persiapkan diri

Duduk bersama anak dan membicarakan peristiwa yang membuatnya trauma bisa terasa tidak mudah ketika pertama kali dilakukan.

Maka dari itu, orangtua disarankan untuk mempersiapkan diri sebelum memulai obrolan.

"Penting untuk memberikan kesempatan berbicara kepada anak tentang tragedi," saran Eshleman.

"Tetapi jangan memaksa anak untuk membicarakannya sampai anak siap," sambungnya.

Dalam hal ini, orangtua sebaiknya juga mencatat ketidaknyamanan yang dirasakan oleh anak akibat peristiwa traumatis, seperti:

  • Masalah tidur, termasuk mimpi buruk
  • Badan terasa tidak enak
  • Perubahan perilaku, termasuk mudah tersinggung, terlalu bergantung, menarik diri, sedih, atau takut.

Eshleman menyampaikan, orangtua wajib menemukan waktu yang tenang ketika berbicara dengan anak, seperti ketika makan malam.

Yang tidak kalah pentingnya adalah memikirkan topik apa saja yang akan di bahas agar lancar ngobrol bersama anak.

Baca juga: Melihat Trauma Anak Berdasarkan Usia, Pasca-perceraian Orangtua

2. Bicaralah secara terbuka

Orangtua dan anak yang sudah siap untuk duduk bersama sebaiknya berbicara secara jujur dan jelas.

Orangtua diminta untuk tidak sembarangan berperilaku karena anak punya kemampuan intuitif yang baik.

Oleh karenanya, si buah hati menjadi lebih peka terhadap perilaku yang ditunjukkan orangtuanya.

"Anak dapat merasakan ketika orang dewasa berbicara dengan berbisik atau diam tentang sesuatu,” ujar Eshleman.

"Mereka juga pandai merasakan ketakutan atau kecemasan pada orang dewasa dan dapat membuat mereka merasa seperti itu juga."

Nah, karena obrolan kemungkinan berjalan kaku, orangtua sebaiknya mencoba beberapa tips berikut ini.

Memberikan pertanyaan terbuka

Orangtua perlu mengajukan pertanyaan tentang apa yang anak rasakan tentang peristiwa traumatisnya.

Anak berapa pun usianya sebetulnya punya pengetahuan tentang situasi pembicaraan dengan teman atau mendengar percakapan orang dewasa.

Akan tetapi anak belum sepenuhnya memahami apa yang sudah didengar.

Sehingga anak membagikan informasi yang belum tentu benar atau mengulangi kesalahan yang dapat menyebabkan lebih banyak kebingungan.

Di sisi lain, anak perlu diberikan ruang untuk mengungkapkan perasaannya.

"Dengarkan dengan sungguh-sungguh dan jangan abaikan apa yang mereka katakan sebagai kekanak-kanakan," tutur Eshleman.

Bicara secara sederhana

Orangtua disarankan berbicara secara perlahan dan berhati-hati dengan anak.

Penting juga untuk tidak menggunakan kata-kata yang menimbulkan kepanikan atau kebingungan pada anak.

Hal itu penting diingat karena tingkat pemahaman anak berbeda-beda sesuai rentang usianya.

Maka dari itu jangan membebani anak dengan informasi yang terlalu banyak.

"Anak biasanya bisa merasakan jika orangtua tidak jujur,” kata Eshleman.

"Tidak nyaman jika anak berpikir orangtua tidak jujur dengannya dan itu bisa menciptakan rasa tidak percaya."

Hindari faktor trauma

Faktor trauma bisa datang dari siaran TV atau hal lain yang disaksikan oleh anak.

Karena alasan tersebut, anak wajib dijauhkan dari faktor yanhg menyebabkan trauma.

Akan tetapi, pendekatan yang berbeda sebaiknya diambil orangtua ketika menghadapi anak yang sudah dewasa.

Anak yang sudah cukup umur dapat diajak mendengarkan, membaca, atau melihat informasi secara bersama-sama.

Dengan begitu, orangtua dapat mendiskusikan informasi sesuai kebutuhan buah hatinya.

Pantau media sosial

Orangtua perlu memantau media sosial ketika berbicara dengan anak tentang apa yang buah ahtinya dengar atau lihat.

Pasalnya media sosial menjadi "gudang" informasi yang bisa membangkitkan kembali trauma pada anak.

Baca juga: Cara Tepat Memulihkan Trauma Anak Korban Bencana

3. Berikan kenyamanan dan kepastian

Anak perlu diajari bahwa emosi merupakan sesuatu yang alami dan membantunya melewati masa-masa sulit.

Dengan begitu orangtua dapat menormalkan emosi terhadap suatu peristiwa emosional.

Beri tahu juga bahwa anak dapat bertanya atau berbicara kepada orangtuanya.

Itu merupakan salah satu cara untuk mengawasi perasaan anak seiring berjalannya waktu.

“Jaga hubungan yang terbuka dan jujur dengan anak tentang berbagai peristiwa,” saran Eshleman.

Cara yang sudah disebutkan sebaiknya dibarengi dengan menanamkan keyakinan pada anak bahwa orangtua dapat menjaga dan mengawasinya supaya tetap aman.

4. Berkonsultasi

Anak dapat menunjukkan reaksi kebingungan atau kecemasan terhadap peristiwa traumatis.

Untuk itu orangtua, guru, maupun orang dewasa dapat membantu anak dengan cara mendengarkan dan menanggapinya secara jujur.

Jika cara tersebut masih nihil dan anak terus-menerus stres karena trauma, sebaiknya si buah hati diajak berkonsultasi dengan dokter anak atau profesional kesehatan mental.

5. Kelola stres

Orangtua sebaiknya mengelola stresnya sendiri dengan perawatan diri dan berhenti menonton berita atau informasi lain selama beberapa waktu.

Orangtua bisa juga melakukan aktivitas fisik atau hal lain yang membuatnya semangat.

Perlu diketahui bahwa berada di ruang emosional yang baik membantu memperlancar obrolan dengan anak.

Baca juga: 8 Langkah Healing untuk Hilangkan Trauma Masa Kecil

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com