KOMPAS.com - Desainer kawakan Denny Wirawan punya tips agar perancang busana muda dapat mendesain koleksi yang sustainable atau keberlanjutan.
Isu keberlanjutan sudah menjadi perhatian Denny lantaran industri fesyen menjadi salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia.
Perlu diketahui bahwa banyaknya limbah yang dihasilkan tidak terlepas dari meningkatnya produksi garmen (produksi pakaian jadi) setiap tahunnya.
Dikutip dari Fashion Revolution, sejak tahun 2000 sudah terjadi peningkatan jumlah garmen sebanyak dua kali lipat setiap tahun.
Bahkan produksi pakaian tercatat melampaui 100 miliar untuk pertama kalinya pada tahun 2014.
Meski mendatangkan cuan bagi brand maupun desainer, sayangnya industri fesyen diperkirakan menghasilkan 92 juta ton limbah tekstil setiap tahun.
Limbah dari industri fesyen juga diprediksi meningkat hingga 60 persen antara tahun 2015-2030 dengan jumlah total tahunan mencapai 148 juta ton.
Nah, berangkat dari permasalahan itu, Denny mengatakan desainer perlu memutar otak ketika memanfaatkan bahan.
Misalnya menggunakan potongan-potongan kain pascaproduksi yang diolah kembali menjadi satu piece baju.
"Desain juga menjadi penerapan dari sustainability. (Diusahakan) Sesedikit mungkin, seminimal mungkin menghasilkan perca."
Hal itu dikatakan Denny kepada Kompas.com saat ditemui usai Ruang Kreatif: Batik Kudus in Fashion oleh Denny Wirawan di SMK NU Banat Kudus, Sabtu (13/8/2022).
"Saya memiliki satu label namanya BaliJava, itu tidak menerapkan satu kaun utuh dalam satu piece baju," sambung Denny.
"Satu piece jaket saya ini atau outer wanita itu saya meng-combine beberapa motif. Selain menjadi bagian dari desain, itu juga menjadi penerapan sustainability," tambahnya.
Baca juga: Datang ke Kudus, Denny Wirawan Kagumi Busana Karya 182 Siswi SMK
Walau konsep keberlanjutan penting diterapkan dalam pembuatan busana, ia tetap mengingatkan pentingnya desain.
Ia mengatakan, memanfaatkan sisa-sisa bahan bukan berarti sembarangan ketika menggabungkannya menjadi satu pakaian utuh.
Denny menyebut padu padan dan colour match atau kesesuaian warna wajib diperhatikan.
"Jadi pada saat mendesain sudah dipikirkan. Misalnya, ada celana (sisa kain) dililit enggak ada potongan atau guntingan itu sustainable," imbuhnya.
Di sisi lain, Denny menyebut pemanfaatan sisa bahan dari rumah atau sekolah bisa disambung-sambung menjadi satu piece pakaian, seperti outer.
Keterlibatan brand dan desainer dalam isu keberlanjutan di industri fesyen memang diperlukan.
Namun, Denny menilai peran konsumen juga penting lantaran tren fast fashion masih berjalan hingga saat ini.
Fast fashion merupakan munculnya beragam model pakaian yang berganti secara singkat.
Menurut Denny, tren itulah yang menyebabkan limbah dari industri fesyen ikut bertambah.
"Orang biasa juga (harus) punya pemikiran untuk mencintai bumi. Misalnya tidak terlalu sering membeli baju," tuturnya.
"Jadi baju sekarang itu turn over-nya sangat cepat, belum apa-apa sudah ganti lagi modelnya."
"Itu menyebabkan masyarakat konsumtif, banyak beli baju, bajunya numpuk, lemarinya tidak muat, terus bajunya dibuang jadi sampah," pungkas Denny.
Baca juga: Jangan Cuma Belanja Pakaian, Ketahui Juga Dampak Fast Fashion pada Lingkungan
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.