Aku minta mereka mengisi feedback dan aku akan membaca tulisan mereka sambil menangis terharu di kamar kos karena hendak berpisah dan mendoakan yang rajin hadir di kelas asistensi agar mampu lulus dengan nilai baik.
Selepas kuliah ada kurun waktu lima belas tahun berada di perusahaan besar, salah satu bank terbaik di Indonesia dan food retailer terkemuka dengan jaringan global.
Akhirnya, telah dua belas tahun ini aku terkonfirmasi kembali pada kejadian siang itu. Inilah ikigai ku. Apa itu ikigai?
Sebuah konsep yang banyak dipegang orang Jepang untuk mencapai kebahagiaan dan kebernilaian hidup. Ikigai dibentuk dari dua kata “iki” berarti kehidupan dan “gai” berarti nilai.
Ikigai membantu penelusuran tentang pertanyaan mendasar yang sering mengusik, “Mengapa aku hidup?” atau “Apa tujuan hidupku?” atau “Jika aku ini jawaban, maka pertanyaan apa yang kujawab?”
Peneliti bernama Dean Fido, Yasuhiro Kotera, dan Kenichi Asano menstrukturkan pemahaman ikigai dalam bentuk empat kategori lingkaran yang beririsan. Keempatnya adalah:
Passion (kesukaan)
Passion ditandai dengan semangat yang berkobar-kobar, dapat hangut dalam keasyikan. Waktu terasa cepat berlalu. Michael Hall menyebutnya dalam ‘genius zone’.
Itu yang kurasakan saat menyiapkan materi asistensi, atau sekarang ini saat merancang program training, membuat slide tayang, maupun berdiri di depan kelas.
Bahkan peserta training jadi ikut merasa “waktu cepat berlalu.” Jadi kenikmatan ini menular.
Vocation (pekerjaan)
Sebuah pekerjaan seyogyanya ada ukuran keberhasilannya atau key performance indicator yang dapat dicapai jika pelakunya memiliki kompetensi terkait.
Ada pembelajaran dan pengembangan diri terus menerus. Ada sumber daya yang dipakai seperti waktu, energi, serta menganggarkan secara khusus untuk menambah keahlian.
Mission (misi)
Kebermaknaan hidup diperoleh dengan mengetahui bahwa apa yang dilakukan memberi dampak bagi masyarakat. Dunia membutuhkan dan kita berkontribusi.