Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tercenung pada Suatu Siang: Ikigai

Mereka sedang berdialog dengan diri masing-masing. Program training Serve Like a Bee ini tentang Service Excellence dan aku sedang meminta mereka untuk bertanya pada diri dan menemukan jawaban dari dalam diri tentang “makna apa yang mereka berikan atas tindakan bergegas atau berinisiatif dalam pelayanan?”

Tak ada yang terkecuali, semua khusuk. Kuatnya rasa senyap ini seakan mengajakku bertafakur.

Ada rasa yang tidak dapat kuberi judul secara spesifik, yang jelas masuk ke kategori bahagia. Racikannya terbuat dari rasa haru, bangga, tercerahkan, bersyukur.

Selain kinestetik, aku mencoba mengajak dialog diriku, “Apa pesannya? Kalimatnya?”

Kata suara itu, “Lihat mereka, mereka sedang menambahkan makna atas perilaku mereka, mereka sedang menaiki tahapan yang membuat mereka mampu menuju aktualisasi diri.”

“Oke, teruskanlah,” ucapku meminta agar pesan itu semakin jelas.

“Untuk itulah kamu ada, untuk itulah kamu dibekali dengan talenta. Inilah ladangmu, tempatmu menabur benih untuk mengawali pertumbuhan dari orang yang menerima inspirasi darimu. Hmm, kadang dirimu merasa kurang atau belum melakukan hal besar, mungkin memang karena engkau tidak berkapasitas menemani selalu setiap individu. Biarkan diri mereka atau orang lain mengerjakan perannya.”

“Terima kasih, terima kasih, aku dihampiri oleh suara lembut yang menghangatkan.”

Sejak kecil aku memang suka berbicara, aku suka menjelaskan sesuatu, suka berada di panggung untuk berdeklamasi, membaca puisi.

Panggungnya di sekolah sendiri, di sekolah lain karena ikut lomba, di gereja, bahkan hampir setiap malam di dipan kayu besar di rumah.

Sebagai anak bungsu, sepertinya saat malam tiba lagak gaya di panggung dipan itu menjadi salah satu hiburan bagi kakak-kakak yang berjumlah lima orang. Televisi belum kami punya, saat itu periode tahun 1970-an.

Menyampaikan sebuah materi—story telling—sudah menjadi kesukaanku. Kelas dua Sekolah Menengah Pertama, yaitu saat berusia dua belas tahun, aku menjadi suksesor dari kakakku yang menjadi pengajar sekolah Minggu di gereja kecil kami.

Kakakku pergi ke luar kota untuk kuliah. Kegiatan bercerita, mengajarkan sesuatu terus menjadi kegemaran hingga kuliah menjalankan peran sebagai asisten dosen. Inilah kali pertama kegiatan mengajar ini dibayar.

Enam puluh ribu rupiah per bulan untuk satu mata kuliah. Mempersiapkan soal-soal latihan menjadi keasyikan batin. Sesi terakhir asistensi jelang akhir semester menjadi sesi perpisahan yang mengharukan.

Aku minta mereka mengisi feedback dan aku akan membaca tulisan mereka sambil menangis terharu di kamar kos karena hendak berpisah dan mendoakan yang rajin hadir di kelas asistensi agar mampu lulus dengan nilai baik.

Selepas kuliah ada kurun waktu lima belas tahun berada di perusahaan besar, salah satu bank terbaik di Indonesia dan food retailer terkemuka dengan jaringan global.

Akhirnya, telah dua belas tahun ini aku terkonfirmasi kembali pada kejadian siang itu. Inilah ikigai ku. Apa itu ikigai?

Sebuah konsep yang banyak dipegang orang Jepang untuk mencapai kebahagiaan dan kebernilaian hidup. Ikigai dibentuk dari dua kata “iki” berarti kehidupan dan “gai” berarti nilai.

Ikigai membantu penelusuran tentang pertanyaan mendasar yang sering mengusik, “Mengapa aku hidup?” atau “Apa tujuan hidupku?” atau “Jika aku ini jawaban, maka pertanyaan apa yang kujawab?”

Peneliti bernama Dean Fido, Yasuhiro Kotera, dan Kenichi Asano menstrukturkan pemahaman ikigai dalam bentuk empat kategori lingkaran yang beririsan. Keempatnya adalah:

  • Passion (kesukaan) - yang kusukai
  • Vocation (pekerjaan) - yang kukuasai
  • Mission (misi) - yang masyarakat butuhkan
  • Profession (profesi) - sumber utama nafkah

Passion (kesukaan)

Passion ditandai dengan semangat yang berkobar-kobar, dapat hangut dalam keasyikan. Waktu terasa cepat berlalu. Michael Hall menyebutnya dalam ‘genius zone’.

Itu yang kurasakan saat menyiapkan materi asistensi, atau sekarang ini saat merancang program training, membuat slide tayang, maupun berdiri di depan kelas.

Bahkan peserta training jadi ikut merasa “waktu cepat berlalu.” Jadi kenikmatan ini menular.

Vocation (pekerjaan)

Sebuah pekerjaan seyogyanya ada ukuran keberhasilannya atau key performance indicator yang dapat dicapai jika pelakunya memiliki kompetensi terkait.

Ada pembelajaran dan pengembangan diri terus menerus. Ada sumber daya yang dipakai seperti waktu, energi, serta menganggarkan secara khusus untuk menambah keahlian.

Mission (misi)

Kebermaknaan hidup diperoleh dengan mengetahui bahwa apa yang dilakukan memberi dampak bagi masyarakat. Dunia membutuhkan dan kita berkontribusi.

Jika dunia terkesan muluk-muluk atau masyarakat dianggap terlalu luas, intinya adalah faedah bagi sesama atau lingkungan.

Profession (profesi)

Profesi mengacu pada kegiatan yang dibayar, mendapat imbalan baik berbentuk gaji, komisi, insentif, atau professional fee.

Irisan dari keempatnya itulah dimana ikigai berada.

Dalam menemukan ikigai-nya, setiap manusia perlu punya rasa ingin tahu untuk memotivasi proses eksplorasi dan pencarian sehingga kesadaran semakin jelas dan akhirnya mampu memantapkan hati.

Terus mencoba berbagai ketertarikan dan memberi nama namun ternyata bergeser dan perlu kembali melakukan pencarian. Itulah dinamika yang sangat sering terjadi.

Apa manfaat Ikigai?

Hasil observasid ari Dean Fido, dampak ikigai sangat positif, yaitu terkait dengan kesehatan fisik, mental, termasuk karir dan kesejahteraan (well-being). Ditemukan bahwa orang-orang yang menemukan ikigai-nya akan rendah terkena stroke dan penyakit jantung.

Apa ciri-cirinya?

Tim peneliti ikigai ini merumuskan ada sembilan pernyataan yang dapat diberikan skor atau ukuran nilai untuk menunjukkan seberapa ikigai-nya kita.

  1. Saya sering merasa bahagia
  2. Saya senang belajar hal baru atau memulai sesuatu.
  3. Saya merasa saya berkontribusi untuk seseorang atau masyarakat.
  4. Saya mampu berpikir.
  5. Saya punya ketertarikan pada banyak hal.
  6. Saya berpikir bahwa keberadaan saya dibutuhkan oleh orang lain.
  7. Saya memiliki hal yang berguna dan saya senang membagikannya.
  8. Saya ingin mengembangkan diri.
  9. Saya meyakini bahwa saya sudah bermanfaat dan memberi dampak bagi orang lain.

Mari terus mengeksplorasi diri, membangun kemampuan, melingkupi diri dengan makna yang memeberdayakan, menghargai nilai-nilai penting, dan berbahagialah!

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/09/06/120000520/tercenung-pada-suatu-siang--ikigai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke