Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Semua Hal Baik yang Akan Terjadi Berawal dari Kepemimpinan Diri

Kompas.com - 29/12/2022, 08:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBENTAR lagi kita akan memasuki tahun baru, momen di mana akan muncul target dan resolusi baru. Saat ini, mungkin semua orang sedang refleksi diri tentang bagaimana jalannya tahun 2022; apakah ada kemajuan atau justru kita mengalami kemunduran.

Saya percaya bahwa setiap kejadian yang kita alami adalah sebuah kemajuan yang harus kita rayakan. Meskipun begitu, kita juga perlu melakukan introspeksi diri tentang cara, prinsip, dan pola pikir yang kita terapkan selama 2022.

Bisa jadi, tahun 2022 mengandung banyak momen pembelajaran penting yang dapat mengubah pola pikir kita secara holistik dan membangkitkan energi untuk terus berusaha menjadi lebih baik.

Menurut saya, penting bagi kita semua untuk menguatkan self-leadership yang kita miliki.

Self-leadership Penting untuk Hidup yang Lebih Terarah

Banyak anak muda atau usia produktif yang saat ini telah meraih kesuksesan di bidang masing-masing. Ada yang menjadi artis dan aktor papan atas, membangun startup, menjadi content creator, menjadi sociopreneur, dan lain sebagainya.

Baca juga: Berlatih Kepemimpinan Diri

Anak-anak muda tersebut meraihnya dengan kerja keras dan semangat pantang menyerah. Anak-anak muda Indonesia memiliki ketahanan diri yang luar biasa, memiliki visi dan misi, serta gigih memperjuangkan mimpinya.

Satu hal yang bisa kita petik dari kesuksesan anak muda Indonesia adalah kemampuannya memimpin diri sendiri dan bisa fokus meraih tujuannya. Memimpin diri sendiri bukanlah perkara mudah.

Imam Al-Ghazali, salah satu pemikir Islam paling mahsyur mengakui bahwa sulit untuk memimpin diri sendiri. “Belum pernah aku berurusan dengan sesuatu yang lebih sulit daripada jiwaku sendiri, yang terkadang membantuku, dan terkadang menentangku,” kata Al-Ghazali.

Akan tetapi, ketika kita mampu menguasai diri sendiri, itu bisa menjadi kekuatan yang dahsyat. Lao Tzu, salah satu filsuf Tiongkok juga mengatakan, “Mastering others is strength, mastering yourself is true power.”

Dari perkataan Lao Tzu, ketika kita mampu menguasai diri, kita memiliki kekuatan yang besar untuk dapat mencapai apa yang diinginkan dalam hidup. Para pemimpin besar pun menjadi contohnya, saat mereka berani merealisasikan visinya.

Namun sayangnya, masih belum banyak orang yang mampu memimpin dirinya sendiri. Mimpi masa lalu pun berulang menjadi mimpi masa depan yang tak pernah terkeksekusi.

Proses memimpin diri cukup menyakitkan karena memaksa kita untuk mengakui realitas yang ada di dalam diri. Terlebih, kita lebih sering melihat ke luar bukan ke dalam diri. Namun, ketika telah melalui prosesnya dan mampu menerima diri, kita bisa bermetamorfosis menjadi pribadi yang hebat.

Banyak peneliti dan praktisi yang telah mencetuskan pengertian kepemimpinan diri. Namun, Ho & Jackson (2004) memberikan pengertian yang singkat tetapi menggambarkan esensinya. Mereka mengatakan bahwa kepemimpinan diri adalah proses memengaruhi diri sendiri guna mengarahkan kognisi dan tindakannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Sederhananya, kepemimpinan diri adalah praktik untuk memahami siapa diri kita, apa tujuan kita, dan bagaimana cara kita mengejar tujuan.

Ada tiga elemen dalam kepemimpinan diri. Pertama adalah self-awareness, yaitu kemampuan untuk menyadari segala hal tentang diri.

Orang yang telah selesai dengan dirinya mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Ia sadar penuh akan kompetensi dan kualitas dirinya. Namun sayangnya, tidak semua orang memiliki kesadaran diri yang tinggi.

Harvard Business Review tahun 2018 menerbitkan riset tentang tingkat self-awareness yang dimiliki 5.000 orang. Riset tersebut menemukan bahwa hanya 10-15 persen orang yang memenuhi kriteria sebagai orang yang self-aware.

Karena itu, self-awareness menjadi dasar bagi kepemimpinan diri. Dengan mengenali apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan, kita lebih mampu menerima diri dan fokus apa yang menjadi kekuatan kita.

Kita juga tidak akan memaksakan diri melakukan hal yang kita tidak bisa. Bahkan, kita tidak sungkan untuk meminta tolong kepada orang lain untuk melakukan hal yang tidak bisa dilakukan.

Beberapa penelitian menunjukkan manfaat positif memiliki self-awareness. Sutton (2016) menemukan bahwa mempraktikkan self-awareness dan mindfulness meningkatkan empat hal: penerimaan diri, kepercayaan diri, proaktif, mengurangi stres di lingkungan sosial.

Sutton et.al (2015) mengambil sudut pandang yang berbeda, yaitu bagaimana dampak self-awareness di tempat kerja. Anggota yang mendapatkan pelatihan self-awareness akan meningkat kepuasan kerja dan kesejahteraannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com