Oleh: Frangky Selamat*
JIKA ada bisnis yang begitu menggeliat tatkala wabah penyebaran virus Covid-19 mereda dan terkendali, konser musik adalah salah satunya.
Seorang kawan bercerita tentang anaknya yang tiba-tiba saja menjadi penggila konser. Tak satu pun konser artis dalam dan luar negeri dilewatkan, kecuali kehabisan tiket.
Rupanya sang anak ini tidak mau ketinggalan tren. Padahal ia dahulu dikenal sebagai penggemar musik pop rock.
Namun kini segala macam genre musik, menjadi incaran untuk ditonton. Ketika ada konser yang terlewat, muncul kekecewaan walaupun tidak berlangsung lama.
Unggahan di media sosial menjadi penanda kehadiran yang dinanti. Berbagi cerita dan pengalaman, mengungkapkan kegembiraan dan kebanggaan.
Hal serupa juga biasa dijumpai pada perhelatan lain, tidak cuma konser. Acara yang berpotensi viral atau telah menjadi bahan pembicaraan di media sosial, menjadi incaran. Rebutan tiket atau ingin hadir dengan berbagai cara menjadi hal biasa.
Para ahli perilaku menyebut fenomena ini sebagai FOMO yang merupakan kepanjangan dari fear of missing out. Przybylski dan kawan-kawan (2013) adalah sekelompok ilmuwan yang pertama mengkonseptualisasikan FOMO.
FOMO digambarkan sebagai perasaan negatif seperti cemas yang dirasakan konsumen ketika orang lain memiliki pengalaman yang diinginkan yang tidak mereka miliki.
FOMO melibatkan perasaan seperti “ditinggalkan” dan kehilangan sesuatu (Zhang dkk, 2020). FOMO diperparah oleh media sosial, yang memungkinkan pengguna untuk melihat postingan orang lain tentang pengalaman mereka dan membandingkan diri mereka dengan orang lain.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.