Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Pemburu Konser dan Fenomena Perilaku FOMO

Kompas.com - 06/06/2023, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Frangky Selamat*

JIKA ada bisnis yang begitu menggeliat tatkala wabah penyebaran virus Covid-19 mereda dan terkendali, konser musik adalah salah satunya.

Seorang kawan bercerita tentang anaknya yang tiba-tiba saja menjadi penggila konser. Tak satu pun konser artis dalam dan luar negeri dilewatkan, kecuali kehabisan tiket.

Rupanya sang anak ini tidak mau ketinggalan tren. Padahal ia dahulu dikenal sebagai penggemar musik pop rock.

Namun kini segala macam genre musik, menjadi incaran untuk ditonton. Ketika ada konser yang terlewat, muncul kekecewaan walaupun tidak berlangsung lama.

Unggahan di media sosial menjadi penanda kehadiran yang dinanti. Berbagi cerita dan pengalaman, mengungkapkan kegembiraan dan kebanggaan.

Hal serupa juga biasa dijumpai pada perhelatan lain, tidak cuma konser. Acara yang berpotensi viral atau telah menjadi bahan pembicaraan di media sosial, menjadi incaran. Rebutan tiket atau ingin hadir dengan berbagai cara menjadi hal biasa.

Para ahli perilaku menyebut fenomena ini sebagai FOMO yang merupakan kepanjangan dari fear of missing out. Przybylski dan kawan-kawan (2013) adalah sekelompok ilmuwan yang pertama mengkonseptualisasikan FOMO.

FOMO digambarkan sebagai perasaan negatif seperti cemas yang dirasakan konsumen ketika orang lain memiliki pengalaman yang diinginkan yang tidak mereka miliki.

FOMO melibatkan perasaan seperti “ditinggalkan” dan kehilangan sesuatu (Zhang dkk, 2020). FOMO diperparah oleh media sosial, yang memungkinkan pengguna untuk melihat postingan orang lain tentang pengalaman mereka dan membandingkan diri mereka dengan orang lain.

Ketika seseorang absen dalam lingkungan online, dia merasa cemas bahwa orang lain mungkin mendapatkan pengalaman yang bermanfaat dan ingin terus terhubung dengan lingkungan ini (Przybylski dkk, 2013).

Penyebab FOMO

Przybylski dan kawan-kawan (2013) menggunakan Self Determination Theory (SDT) untuk menjelaskan mengapa konsumen mengalami FOMO.

Menurut SDT, terdapat tiga kebutuhan psikologis dasar yang merupakan kesejahteraan psikologis individu, yaitu kompetensi, otonomi, dan keterkaitan.

Przybylski mengemukakan bahwa konsumen mengalami ketidaknyamanan psikologis karena kepuasan dasar dari kebutuhan individu mereka tidak terpenuhi. Konsumen mencari cara untuk memenuhi kebutuhan mereka melalui media sosial.

Dalam penelitian terbaru, beberapa ahli telah mengindikasikan bahwa FOMO diaktifkan oleh ancaman psikologis dari konsep diri (Zhang dkk, 2020).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com