Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Pemburu Konser dan Fenomena Perilaku FOMO

Kompas.com - 06/06/2023, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Konsep diri mengacu pada "totalitas pikiran dan perasaan individu yang mengacu pada dirinya sendiri sebagai objek."

Melindungi, memelihara, dan mempromosikan konsep diri individu adalah salah satu tujuan perilaku konsumen yang paling mendasar (Ward dan Broniarczyk, 2011; Onkvisit dan Shaw, 1987).

Individu cenderung bertindak dengan cara yang konsisten dengan konsep diri mereka (Rosenberg, 1979).

Konsumen sering membeli produk atau jasa untuk mendefinisikan hubungan mereka dengan orang lain (Reed, 2002).

Oleh karena itu, kehilangan pengalaman menyebabkan ketidakkonsistenan antara konsep diri dan perilaku, yang mengakibatkan ketidaknyamanan psikologis, yaitu FOMO.

Dampak FOMO

Para akademisi telah menggunakan teori dan kerangka kerja dari berbagai disiplin ilmu seperti psikologi, komunikasi dan sistem informasi untuk memahami konseptualisasi dan operasionalisasi FOMO dengan lebih baik.

Disebutkan bahwa FOMO dapat meningkatkan perkembangan emosi negatif dan kemampuan menyatakan emosi yang terkait dengan kekurangan sosial, seperti iri hati (James dkk, 2017), perenungan (Dempsey dkk, 2019) dan penurunan citra diri (Shujaat dkk, 2019).

Studi sebelumnya juga menunjukkan bahwa emosi negatif ini merupakan konsekuensi dari penggunaan media sosial yang bermasalah (Blackwell dkk, 2017; Elhai dkk, 2016) dan penggunaan Internet (Tomczyk dan Selmanagic-Lizde, 2018).

Hal ini mengarah pada argumen bahwa ada hubungan timbal balik antara FOMO, media sosial yang bermasalah dan penggunaan Internet, yang dapat menyebabkan kerugian signifikan bagi kesejahteraan individu (Buglass dkk, 2017).

Dugaan ini telah menimbulkan kekhawatiran yang signifikan tentang efek FOMO di antara banyak pemangku kepentingan, termasuk akademisi, orangtua, pendidik, dan terapis (Baker dkk, 2016). Namun tentu tidak terpikirkan oleh pemasar.

Walau secara komersial dampak perilaku FOMO memberikan keuntungan bagi pebisnis, tanggung jawab sosial untuk menekan efek negatif pada konsumen yang mayoritas generasi muda tidak dapat diabaikan begitu saja.

Pemanfaatan social media marketing oleh pemasar yang lebih bertanggung jawab menjadi tuntutan yang seyogianya dipenuhi.

Perilaku FOMO yang membuat sebagian orang mabuk kepayang tak semestinya membuat konsumen kehilangan akal sehat.

*Dosen tetap Program Studi Sarjana Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com