Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Laurentius Purbo Christianto
Dosen

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Fenomena "Holiday Blues": Mengapa Orang Sedih di Masa Liburan?

Kompas.com - 25/06/2023, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MINGGU–minggu ini, para siswa masuk masa libur sekolah. Mereka akan libur beberapa minggu sebelum masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Anak-anak akan mengisi waktu libur untuk mencari sekolah yang baru atau hanya menunggu dimulainya tahun ajaran baru.

Saat memasuki masa liburan, baik anak yang mencari sekolah baru ataupun anak yang menunggu tahun ajaran baru, sama–sama memiliki potensi untuk mengalami gangguan psikologis.

Gangguan psikologis pada individu yang terjadi saat memasuki masa liburan sekolah disebut dengan istilah “holiday blues”.

Kompas.com pada artikel tanggal 30 April 2023, pernah mengangkat fenomena “post-holiday blues”; tetapi “holiday blues” berbeda dari “post-holiday blues”.

Jika “post-holiday blues” adalah gangguan psikologi karena libur berakhir, sedangkan “holiday blues” adalah gangguan psikologi karena libur tiba.

Mengutip dari NAMI (The National Alliance on Mental Illness), University of Maryland (2018) mendefinsikan “holiday blues” sebagai perasaan cemas sementara atau depresi yang dialami selama periode liburan.

Hal ini terkait dengan kenangan akan sesuatu yang terjadi sebelum liburan, harapan yang tidak realistik selama liburan, dan stres. Rasa sedih selama periode libur hanya kondisi sementara, saat libur usai kondisi semacam ini akan kembali membaik.

Secara sederhana “holiday blues” dalam bahasa Indonesia berarti rasa sedih yang terjadi selama periode libur.

Holiday blues” layaknya seperti kombinasi dari rasa sedih, stres, cemas, dan kesepian yang timbul selama liburan sekolah. Anak atau siswa yang mengalami ini akan merasa tidak nyaman, tidak bahagia, dan tidak senang saat melewati masa libur sekolah.

“Holiday blues” terjadi karena anak merasa sedih berpisah dengan teman-teman dekatnya, cemas dan takut karena bisa jadi mereka “kehilangan“ teman dekat.

Selain itu, sedih karena tidak dapat merasakan keasyikan saat belajar di sekolah, tertekan karena harus terlibat dalam urusan rumah tangga (yang selama sekolah tidak diembankan kepada mereka), merasa bosan karena tidak ada aktivitas berarti bagi mereka, dan atau malah marah karena harus menghadapi situasi rumah yang tidak nyaman.

Pada intinya "holiday blues" terjadi karena situasi pada masa belajar di sekolah lebih menyenangkan daripada situasi masa libur di rumah.

Sama seperti halnya tidak semua anak akan bahagia saat masa liburan sekolah, maka tidak semua anak juga akan sedih saat libur tiba.

Ada banyak anak yang menanti dan menikmati libur sekolah; tetapi akan ada anak yang malah cemas, sedih, stres, dan takut saat libur.

Faktor yang menentukan adalah kemampuan beradaptasi anak terhadap perubahan, kemampuan anak dalam membangun harapan yang realistis, kemampuan anak menjaga relasi sosial, serta kondisi keluarga si anak.

“Holiday blues” muncul karena ada perubahan rutinitas, dari rutinitas belajar di sekolah menjadi libur di rumah.

Perubahan ini pada beberapa anak bisa membuat timbul rasa bosan, karena mereka merasa bahwa aktivitas di rumah tidak seasyik aktivitas bersama teman di sekolah.

Rasa semacam ini juga terkait dengan rasa sedih karena tidak bisa menghabiskan waktu sehari–hari bersama teman dekat. Situasi seperti ini dapat semakin memburuk jika situasi di rumah tidak nyaman bagi anak.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi munculnya "holiday blues". Keluarga dan kerabat dekat memiliki peran dalam hal ini.

Keluarga bisa mengajak anak berlibur ke tempat-tempat baru yang jarang mereka temukan di saat masa sekolah.

Di rumah anak juga diberi kelonggaran akan "aturan" rumah yang ketat selama masa sekolah. Anak juga harus tetap diberi kesempatan untuk berelasi dengan teman-teman mereka; dan bahkan didorong untuk membangun relasi baru melalui keterlibatan dalam berbagai kegiatan di komunitas.

Keluarga juga perlu mengusahakan aktivitas bersama yang sederhana (seperti doa bersama, makan bersama, main game bersama, atau bersama-sama memandikan hewan peliharaan) yang mungkin saat masa sekolah sulit dilakukan.

Selama masa libur, penting memberi kepada anak tanggung jawab atas beberapa pekerjaan rumah tangga.

Anak juga bisa diajak untuk mengenal dan terlibat dalam pekerjaan orangtua. Walaupun begitu, tidak bijak membuat anak "bekerja penuh waktu" bagi keluarga di saat mereka seharusnya libur.

Libur adalah masa untuk mengembalikan energi anak. Libur yang bahagia dapat membuat anak memasuki tahun ajaran baru dengan penuh semangat.

"Holiday blues" perlu diantisipasi supaya anak tidak membawa kenangan buruk saat memasuki kelas yang baru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com