Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Wastra Lebih Dekat, Keindahan Budaya dan Seni Dalam Kain

Kompas.com - 22/09/2023, 17:20 WIB
Dinno Baskoro,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wastra menjadi salah satu istilah yang mungkin sudah sering kita dengar. Tapi, apakah kamu sudah tahu apa itu wastra dan makna yang sesungguhnya?

Wastra adalah kain tradisional yang memiliki makna dan simbol tersendiri yang mengacu pada dimensi warna, ukuran, hingga bahan.

Begitulah makna soal wastra jika menilik dari katanya di dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI Kemendikbud).

Sementara itu, wastra dalam pengertian yang dipahami dan berkembang di masyarakat kita sering diasosiasikan sebagai beragam kain tradisional yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Ya, Indonesia memang dikenal sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman budaya.

Wastra sendiri telah mencerminkan dan menyimpan sejarah panjang tentang keindahan budaya yang beragam dan seni di dalam kain.

Salah satu aspek penting dalam wastra mengacu pada teknik pembuatan, material atau bahan hingga pola khas yang ditampilkan dalam motif kain tradisional.

Baca juga: Didi Budiardjo: Gen Z Bisa Bantu Lestarikan Wastra Lewat Media Sosial

Dua kategori wastra

Secara umum, wastra dapat dibedakan menjadi dua kategori jika dilihat dari rancangan motifnya.

Ada yang disebut dengan reka rakit (desain struktur) dan reka latar (desain permukaan). Perbedaan antara keduanya terletak pada kapan kainnya dihias, baik itu diberi warna atau motif tertentu.

Wastra reka rakit

Ilustrasi tenun ikat di Desa Atedei, Lembata, NTT.Dok. Shutterstock/de_wie Ilustrasi tenun ikat di Desa Atedei, Lembata, NTT.
Pada jenis reka rakit, menghias kain dilakukan secara bersamaan pada waktu kain sedang dibuat.

Contoh jenis wastra yang tergolong reka rakit ini seperti tenun, yang mana kain dibuat dengan cara menenun benang sekaligus membentuk motif yang menggambarkan makna tertentu.

Benang-benang biasanya ditenun menggunakan alat gedogan atau alat tenun bukan mesin (ATBM).

Teknik menenun ini dapat berbeda-beda di setiap daerah dan motifnya pun sangat beragam tergantung di mana kain itu berkembang.

Beberapa jenis kain tenun dari Indonesia yang cukup populer adalah kain tenun ikat Sumba, tenun Timor, tenun Flores, hingga Gringsing Tenganan dari Bali.

Di samping itu, wastra yang termasuk dalam kategori ini antara lain ulos dari Sumatera Utara, songket dari Sumatera Selatan, dan tenun lainnya dari Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi dan sekitarnya.

Tenun sendiri ada banyak jenis, ada tenun sederhana, tenun ikat dan lain sebagainya.

Wastra reka latar

Ilustrasi membuat kain batik tulis dengan canting. Pinterest.com Ilustrasi membuat kain batik tulis dengan canting.
Sementara itu, pada kategori reka latar, pemberian motif atau hiasan dilakukan setelah kain selesai dibuat.

Sejumlah kain yang termasuk dalam kategori ini meliputi batik, jumputan, sulam hingga bordir.

Kain batik sendiri menjadi salah satu wastra yang cukup populer di Indonesia.

Proses pembuatannya menggunakan malam (lilin) sebagai perintang warna dan melibatkan sejumlah proses lain yang cukup panjang.

Beberapa jenisnya ada yang ditulis dengan canting atau motif dicetak menggunakan metode cap.

Di era modern, motif batik juga cukup berkembang hingga muncul banyak busana atau kain dengan motif batik yang dihasilkan melalui proses printing.

Tapi mengingat motif batik mencerminkan perjalanan panjang terkait warisan budaya, motif batik printing ini dianggap kurang memiliki nilai seni, bahkan tidak dianggap sebagai batik, melainkan kain bermotif batik.

"Batik itu sebuah perjalanan yang tidak hanya dilihat dari motif atau warnanya saja."

"Masyarakat harus menyadari, penggunaan batik tulis atau cap itu menjadi kebanggaan tersendiri karena ada proses rumit hingga cerita di balik motif batik,"

Demikian kata Afif Syakur, pegiat batik sekaligus desainer wastra kepada Kompas.com.

Baca juga: Batik Apakah yang Anda Kenakan Hari Ini?

Jumputan Collection 2016 oleh Ghea Panggabean di Show Bazaar Pasar Kreatif Indonesia bersama BNI Jumputan Collection 2016 oleh Ghea Panggabean di Show Bazaar Pasar Kreatif Indonesia bersama BNI
Selain batik, ada pula kategori wastra lain yang termasuk reka latar, yaitu jumputan.

Kain jenis ini dibuat dengan teknik menjumput bagian-bagian kain untuk diberi warna.

Proses pembuatannya mirip motif tie dye (diikat dan dicelup) dan wastra yang satu ini banyak ditemukan di Palembang, Kalimantan selatan, hingga di daerah-daerah seperti Yogyakarta, Solo hingga Pekalongan.

Kemudian ada pula wastra Nusantara yang diberikan motif dengan cara disulam atau dibordir seperti yang terlihat pada kain sulaman usus dari Lampung hingga kain kerawang khas Gayo.

Ada juga pembuatan kain dari kulit kayu yang menggunakan serat-serat kayu yang dimasak dan difermentasi.

Hasilnya kemudian dipukul-pukul hingga menyerupai kertas dan kain dapat diberikan motif atau warna.

Menurut laman Wastra Raya, teknik ini dikembangkan dan masih dapat ditemukan di daerah Sulawesi Tengah, namun sudah terancam punah.

Pengrajin ulos yang sedang menenun kain uloswikimedia.org Pengrajin ulos yang sedang menenun kain ulos
Singkatnya, wastra Nusantara dibuat melalui proses yang rumit dan panjang.

Jika merujuk pada istilah yang diambil dari bahasa Sansekerta, wastra berarti kain.

Tetapi menurut Kamus Mode Indonesia, wastra mengacu pada kain yang dibuat dengan cara apa pun termasuk rajutan dan kulit kayu, serta tidak harus dikembangkan secara tradisional.

Agak berbeda dengan tekstil, tekstil ini mengacu pada tenunan mesin.

Berangkat dari pemaparan itu, dapat kita pahami kalau wastra merupakan kain yang dibuat dengan cara apa pun, asalkan tidak menggunakan mesin.

Sehingga bisa disimpulkan kalau wastra termasuk kain tradisional karena dibuat secara tradisional tanpa mesin. Namun, kain tradisional belum tentu wastra.

Saat memakainya pun, wastra seharusnya tidak hanya dipandang sebagai kain, tapi juga bentuk menghargai proses yang panjang dan penuh makna hingga ketelatenan dari tangan para perajin.

Kita sebagai generasi muda bisa ikut mengenakan wastra dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk dari menghargai dan melestarikan wastra yang menjadi warisan budaya.

Makna budaya di dalam wastra

Koleksi Weaving Dreams Sumba? dari Ghea Panggabean menampilkan beragam motif Sumba dengan sentuhan lebih modern yang elegan agar dapat dikenakan sehari-hari. Koleksi Weaving Dreams Sumba? dari Ghea Panggabean menampilkan beragam motif Sumba dengan sentuhan lebih modern yang elegan agar dapat dikenakan sehari-hari.
Wastra Indonesia tidak cuma sekadar kain, tapi memiliki makna mendalam terkait warisan budaya sejak dulu.

Setiap warna dan motif seringkali menyiratkan nilai-nilai tradisional yang sudah mengakar di masyarakat kita sejak dulu.

Misalnya saja pada motif batik atau tenun tertentu yang digunakan untuk acara-acara khusus seperti upacara pernikahan, mahar perkawinan, hingga upacara kematian.

Wastra juga sering digunakan untuk menggambarkan status sosial seseorang di masyarakat.

Hampir di setiap suku di Indonesia memiliki tradisi yang berbeda-beda tentang wastra.

Dari Sabang hingga Merauke, ada begitu banyak motif wastra yang mewakili cerita tertentu berlatarkan budaya yang berkembang di daerah tersebut.

Sebagai gambaran untuk motif batik saja, menurut penelitian yang dilakukan Bandung Fe Institute dan Sobat Budaya, tercatat ada 5.849 motif batik yang tersebar di seluruh Indonesia.

Hal ini pula yang membuat wastra begitu terkait dengan warisan budaya Nusantara yang kaya.

Baca juga: Istimewanya Kain Tenun Asal NTT, dari Filosofi hingga Warna

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com