Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Stunting: Gangguan Gizi Menahun yang Berawal dari Ketidaktahuan Beruntun

Kompas.com - 30/09/2023, 09:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pengandaian orangtua bahwa gigi susu tidak penting karena akan tanggal dan diganti gigi sulung, membuat anak-anak di usia rentan stunting sudah menderita karies gigi, bahkan demam berkepanjangan karena ‘drama tumbuh gigi’ yang semestinya tidak perlu terjadi, jika kesehatan mulut dan gusi terjaga baik, dengan membersihkannya sebelum tidur atau habis makan.

Baca juga: Indonesia Krisis Konselor Laktasi dan Literasi Gizi

Kewalahan orangtua saat anak menolak mulut dan giginya dibersihkan, mestinya menjadi perhatian serius yang bisa menjadi fokus konseling di Posyandu.

Belum lagi sariawan, jamur mulut, anemia, dan aneka infeksi yang menjadi langganan penyakit anak di bawah usia 2 tahun, memberi nafsu makan buruk dengan segala akibatnya.

Kemiskinan akibat ketidakmampuan mengelola keuangan rumah tangga, juga harus menjadi perhatian serius.

Di beberapa lokus stunting, cukup banyak kepala keluarga yang dengan panen atau melaut bisa menghasilkan pendapatan hingga hitungan puluhan juta.

Tapi, alih-alih ditabung atau mendapatkan sumber pangan yang lebih baik bagi anak-anaknya, mereka justru merasa lebih bebas untuk menghabiskan uangnya dengan cicilan perabot rumah tangga, aneka baju baru, gawai, jam tangan, dan anak-anaknya dibelanjakan semakin banyak produk jajanan kemasan yang dianggap “keren”.

Di pelosok, masih banyak keluarga yang punya televisi bagus dan kendaraan bermotor, tapi tidak punya akses sarana air bersih, apalagi jamban yang memenuhi syarat dengan septik tank.

Baca juga: Kadus, Kapuskes, dan Ketua TP PKK, Pahlawan Sejati Pencegahan Stunting

Anak batuk, pilek, mencret sudah dianggap biasa bahkan disebut ‘tak terelakkan’, karena ‘lagi musim’ dan hampir semua anak di kampung tersebut bergiliran sakit.

Padahal, menaikkan berat badan anak butuh perjuangan – sementara untuk merosot drastis mudahnya minta ampun dalam hitungan hari.

Belum lagi penyebaran infeksi TBC belakangan ini kian mengerikan, menyerang bayi dan anak tanpa ampun, dengan rendahnya kesadaran orang dewasa berobat tuntas -- yang menjadi penular tak tahu diri.

Berat badan yang seret, berbulan-bulan berimbas pada tinggi badan yang mandek. Sementara usia jalan terus.

Kurva tumbuh kembang semakin mengkhawatirkan – sedangkan masih banyak kader posyandu yang tidak paham memberi plot hasil penimbangan dan pengukuran di kurva, apalagi memberi konseling.

Alhasil saat berobat ke dokter, sang ibu bagai disambar petir saat diberitahu anaknya stunting.

Dari paparan di atas, jelaslah bahwa untuk mengatasi stunting, berarti harus dimulai dari mengatasi kesimpangsiuran terminologi, penyebab, dan efektivitas berbagai program penanggulangannya.

Tidak ada satu jurus jitu untuk semua anak. Apalagi, hanya membagi makanan menu lengkap, serasa pulang kondangan tiap hari. Sementara, orangtua masih belum paham kenapa anaknya bisa stunting.

Dan di akhir program bagi-bagi makanan, sang ibu masih belum mengerti juga pangan sehat sebenarnya apa dan bagaimana cara membuat anak-anaknya tumbuh optimal.

Baca juga: Urgensi Pendidikan Gizi Keluarga di Sekolah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com