Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Anak DPR RI, Ini 5 Gejala Dini Kekerasan Domestik dari Pasangan

Kompas.com - 09/10/2023, 08:37 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

Ngotot menemani ke mana saja

Perilaku ini terkesan penuh perhatian tapi sebenarnya bertujuan mengisolasi kita dari lingkungan sekitar.

"Ini bukan karena mereka sangat mencintaimu dan hanya ingin waktu bersama," pesan Kelman.

Mereka tengah membangun kekuasaan dan dominasi untuk membuat kita ketergantungan.

Setelah itu, perilakunya berkembang menjadi semakin posesif atau cemburu seiring berjalannya waktu sampai akhirnya melarang berbagai aktivitas kita.

Baca juga: Minta Pasangan Rutin Memberi Kabar, Posesif atau Bukan?

Gaslighting

Gaslighting adalah bentuk pelecehan psikologis saat pelakunya menyebabkan seseorang mempertanyakan realitasnya sendiri.

“Korban dibuat merasa bingung, atau reaksi mereka tidak sebanding dengan keadaan dan mulai mempertanyakan reaksi dan perasaan mereka sendiri,” kata Genovese.

Misalnya, menghina atau mempermalukan kita dan menuduh respon kita sebagai perilaku yang terlalu sensitif atau dramatis saat bereaksi.

Baca juga: 7 Tahapan Gaslighting dalam Hubungan Percintaan, Awas Jadi Korban

"Pelaku sering kali menggambarkan orang yang dianiaya sebagai orang yang tidak sehat secara mental dan terlalu reaktif, atau meremehkan insiden kekerasan sebagai argumen yang normal," kata Kambolis.

Love bombing

Kekerasan domestik juga diawali dengan serangan emosional yang merusak harga diri korban dan membuat mereka bergantung dan enggan meninggalkan korban.

"Love bombing, yang dapat berupa hadiah, pujian, permintaan maaf, dan janji muluk-muluk untuk tidak mengulangi perilaku kasar – sering kali terjadi setelah serangan emosional ini sebagai cara untuk memuluskan keadaan, " jelas Kelman.

Baca juga: Curiga Jadi Korban Love Bombing? Kenali 8 Tanda Perilakunya..

Korban selalu ingin menyenangkan pelakunya

"Seseorang yang mengalami kekerasan domestik mungkin menyetujui, memuji, memuji, atau membuat alasan bagi pelaku untuk meminimalkan kekerasan terjadi lagi," terang Genovese.

Misalnya, mereka akan menghubungi pasangannya yang kasar itu sebelum mengambil keputusan apa pun, sekecil apa pun.

Baca juga: Kisah Andien Lepas dari Hubungan Penuh Kekerasan berkat Nasihat Ibu

“Pemberian izin ini mungkin bersifat nonverbal, mungkin hanya anggukan kepala secara halus, atau kedipan mata, namun izin harus diberikan sebelum korban merasa cukup aman untuk memberikan tanggapan,” kata Genovese.

Kecenderungan ini mungkin sebagai akibat dari trauma saat korban kekerasan berusaha menyenangkan pelaku untuk menghindari trauma lebih lanjut.

Ironisnya, respon ini sering kali menimbulkan jebakan dan ketergantungan dalam hubungan yang penuh kekerasan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com