Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kasus Anak DPR RI, Ini 5 Gejala Dini Kekerasan Domestik dari Pasangan

KOMPAS.com - Kasus kekerasan domestik yang berkaitan dengan asmara kembali terjadi.

Gregorius Ronald Tannur (31) diduga melakukan penganiayaan yang menewaskan kekasihnya, DSA (29), usai mengunjungi tempat hiburan bersama.

Media sosial lalu diramaikan dengan unggahan korban yang mengeluhkan perilaku kekasihnya itu, beberapa saat sebelum kematiannya.

“Cwe-nya mati-matian jaga hati buat cowo nya. Eh cwo nya mati-matian buat matiin cwenya," tulisnya lewat akun TikTok pribadinya, @bebyandine.

Curhatannya ini membuat warganet berspekulasi jika hubungan korban memang sarat dengan kekerasan sedari awal.

Gejala kekerasan domestik yang sering tidak disadari

Kekerasan domestik tidak hanya berkaitan dengan pukulan, tendangan atau cakaran yang melukai secara fisik.

"Pelecehan emosional, pelecehan psikologis, pelecehan seksual, pelecehan finansial, pelecehan, dan penguntitan semuanya termasuk dalam kekerasan domestik," kata Jennifer C. Genovese, PhD, pekerja sosial klinis berlisensi di New York.

Sayangnya, tanda dini kekerasan tidak selalu mudah dideteksi, bahkan oleh korbannya sendiri.

"Hubungan yang penuh kekerasan mungkin tampak intens atau penuh kasih sayang pada awalnya," kata Genovese.

Pasangan dominan mungkin tampak sangat perhatian, protektif, dan memuji, serta menunjukkan perhatian dan kasih sayang yang luar biasa.

"Ikatan yang kuat mungkin terjalin di antara pasangan, dan hubungan dapat berkembang dengan cepat, melalui diskusi awal mengenai tinggal bersama, atau pernikahan, atau diskusi mengenai memiliki anak,” tambah Genovese.

Intensitas hubungan yang cepat ini lalu memungkinkan pelaku kekerasan dengan cepat mendapatkan kendali atas kehidupan korban.

Meski demikian, tanda-tanda kekerasan dalam hubungan sering kali tidak langsung muncul sehingga menyulitkan identifikasinya.

"Hal ini karena pelaku sering kali mencoba menyembunyikan bagian diri mereka yang ini pada awalnya," terang Jennifer Kelman, konselor profesional di Florida.

Namun ada sejumlah tanda-tanda halus yang bisa kita cermati untuk memastikan potensi kekerasan domestik pada hubungan yang dijalani.

"Ini bukan karena mereka sangat mencintaimu dan hanya ingin waktu bersama," pesan Kelman.

Mereka tengah membangun kekuasaan dan dominasi untuk membuat kita ketergantungan.

Setelah itu, perilakunya berkembang menjadi semakin posesif atau cemburu seiring berjalannya waktu sampai akhirnya melarang berbagai aktivitas kita.

Gaslighting

Gaslighting adalah bentuk pelecehan psikologis saat pelakunya menyebabkan seseorang mempertanyakan realitasnya sendiri.

“Korban dibuat merasa bingung, atau reaksi mereka tidak sebanding dengan keadaan dan mulai mempertanyakan reaksi dan perasaan mereka sendiri,” kata Genovese.

Misalnya, menghina atau mempermalukan kita dan menuduh respon kita sebagai perilaku yang terlalu sensitif atau dramatis saat bereaksi.

"Pelaku sering kali menggambarkan orang yang dianiaya sebagai orang yang tidak sehat secara mental dan terlalu reaktif, atau meremehkan insiden kekerasan sebagai argumen yang normal," kata Kambolis.

Love bombing

Kekerasan domestik juga diawali dengan serangan emosional yang merusak harga diri korban dan membuat mereka bergantung dan enggan meninggalkan korban.

"Love bombing, yang dapat berupa hadiah, pujian, permintaan maaf, dan janji muluk-muluk untuk tidak mengulangi perilaku kasar – sering kali terjadi setelah serangan emosional ini sebagai cara untuk memuluskan keadaan, " jelas Kelman.

Korban selalu ingin menyenangkan pelakunya

"Seseorang yang mengalami kekerasan domestik mungkin menyetujui, memuji, memuji, atau membuat alasan bagi pelaku untuk meminimalkan kekerasan terjadi lagi," terang Genovese.

Misalnya, mereka akan menghubungi pasangannya yang kasar itu sebelum mengambil keputusan apa pun, sekecil apa pun.

“Pemberian izin ini mungkin bersifat nonverbal, mungkin hanya anggukan kepala secara halus, atau kedipan mata, namun izin harus diberikan sebelum korban merasa cukup aman untuk memberikan tanggapan,” kata Genovese.

Kecenderungan ini mungkin sebagai akibat dari trauma saat korban kekerasan berusaha menyenangkan pelaku untuk menghindari trauma lebih lanjut.

Ironisnya, respon ini sering kali menimbulkan jebakan dan ketergantungan dalam hubungan yang penuh kekerasan.

Namun korban akhirnya kembali pada pelaku karena alasan finansial, tempat tinggal, mode transportasi, anak-anak, bahkan hewan peliharaan.

Ketakutan akan pembalasan dari pelaku juga dapat membuat seseorang tetap berada dalam hubungan yang penuh kekerasan.

"Secara keliru percaya bahwa mereka dapat mengakhiri siklus pelecehan jika mereka berusaha lebih keras untuk memperbaiki keadaan atau menghindari membuat marah pelaku," jelas Kelman.

Pelaku kekerasan juga bisa mengancam untuk menyakiti diri sendiri atau bunuh diri, yang sebenarnya adalah bentuk kontrol terhadap korban.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/10/09/083732220/kasus-anak-dpr-ri-ini-5-gejala-dini-kekerasan-domestik-dari-pasangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke