Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel
Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com
KOMPAS.com - Sebagai orangtua, sikap dan perilaku kita berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Salah satu kebiasaan yang perlu diwaspadai adalah terlalu sering memarahi anak.
Misalnya, jika orangtua sering marah-marah, ada kemungkinan anak meniru perilaku ini dan tumbuh menjadi pribadi yang mudah marah juga.
Menurut psikolog Brawijaya Child and Women Clinic Khamsha Noory, dampaknya tidak selalu sama. Sebaliknya, ada juga anak yang justru memunculkan sifat yang berbeda dari orangtuanya, seperti menjadi lembek dan suka berbohong.
"Ada yang jadi tidak mirip. Bapaknya kerap marah, tapi anaknya jadi lembek, gampang di-bully," ujarnya ketika diwawancarai Kompas.com, Kamis (12/12/2024).
Baca juga: Anak Sulit Diatur, Bolehkah Orangtua Marah?
Anak yang sering dimarahi di rumah mungkin tidak punya pengalaman membela diri. Ketika menghadapi situasi sulit di sekolah, seperti di-bully, anak tersebut cenderung diam dan menerima perlakuan buruk tanpa perlawanan.
Sebab, orangtuanya ketika marah tidak memberikan kesempatan pada anaknya untuk membela diri. Bahkan, ketika mereka tidak sengaja melakukan suatu kesalahan.
"Dia tidak membalas temannya, karena selama ini tidak pernah punya pengalaman tentang bagaimana membela dirinya," ungkap Khamsha.
Baca juga: Cegah Anak Jadi Korban Bullying, Sudahkah Orangtua Peka?
Selain itu, kebiasaan memarahi anak juga bisa membuat mereka tumbuh menjadi pribadi yang suka berbohong.
Mungkin orangtua bertanya-tanya, mengapa anaknya menjadi seorang pembohong, padahal mereka sendiri tidak suka berbohong.
"Kenapa anak saya jadi suka bohong? Di DNA saya harusnya enggak ada DNA suka bohong," tutur Khamsha.
Namun, kebohongan sering kali menjadi mekanisme pertahanan anak untuk menghindari kemarahan orangtua, dan bukan merupakan keturunan dari orangtua.
Ketika anak merasa kebutuhannya tidak dipahami atau tidak bebas mengekspresikan dirinya, ia memilih jalan pintas dengan berbohong agar merasa lebih aman.
"Dia tidak bebas mengekspresikan diri, bahkan valid needs-nya dia. Sehingga, dia akhirnya harus menutupi valid needs-nya dia dengan kebohongan," ungkap Khamsha.
Baca juga: 5 Kebutuhan Emosional Anak yang Harus Dipenuhi, Orangtua Haru Tahu
Misalnya, ketika anak menyampaikan sesuatu pada orangtua, respons orangtua adalah marah.
Sehingga, anak takut untuk berkata jujur karena merasa apa pun yang diekspresikannya hanya akan membuat orangtuanya marah. Ia memilih berbohong agar orangtuanya tidak memarahinya.