Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awas, Kebanyakan Gula Bisa Memengaruhi Kemampuan Otak

Kompas.com, 4 Januari 2018, 15:00 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

Sumber PsyPost

KOMPAS.com - Rasa gula memang manis, tapi terlalu banyak gula dampaknya tak akan ‘manis’ ke tubuh—termasuk otak. 

Para ilmuwan di Selandia Baru telah menemukan bukti awal bahwa gula sederhana seperti glukosa dapat mengganggu kemampuan kognitif, kemampuan yang mencakup kegiatan mental (otak). 

Studi yang dipublikasikan di jurnal Physiology & Behavior menemukan bahwa pemanis yang mengandung glukosa berdampak pada menurunnya perhatian dan waktu respon.

“Saya kagum dengan bagaimana indra memengaruhi perilaku dan mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari,” kata penulis studi Mei Peng, dosen ilmu sensorik di Universitas Otago. 

“Secara khusus, bagaimana konsumsi gula bisa mengubah cara kerja otak kita. Dalam kasus persepsi manis, kita telah berevolusi untuk menyukai rasa ini.”

Penelitian sebelumnya tentang konsumsi glukosa menghubungkannya dengan peningkatan kemampuan ingatan. Namun, penelitian yang meneliti efek glukosa pada proses kognitif memberikan hasil yang cukup  beragam.

Dalam penelitian terbaru, 49 orang mengonsumsi minuman manis yang mengandung glukosa, sukrosa, fruktosa, atau sucralose (pemanis buatan) sebelum menyelesaikan tiga tes kognitif.

Tiga tes terdiri dari penugasan untuk waktu respon sederhana, pemrosesan aritmatika, dan efek Stroop, yang bertujuan melihat kemampuan psikologis seseorang.

Para peneliti juga mengukur kadar gula darah partisipan selama pengujian.

Mereka menemukan bahwa peserta yang mengonsumsi glukosa atau sukrosa cenderung melakukan tes kognitif lebih buruk daripada mereka yang mengkonsumsi fruktosa atau sucralose.

Tubuh manusia mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Namun tidak seperti glukosa, fruktosa tidak melintasi sawar darah otak.

"Studi kami menunjukkan bahwa ‘sugar coma’—yang berkaitan dengan glukosa—memang merupakan fenomena nyata, di mana tingkat perhatian menurun setelah konsumsi gula yang mengandung glukosa," kata Peng kepada PsyPost.

Efek ini diperkuat dengan peserta yang berpuasa selama 10 jam sebelum penelitian.

Peneliti mengakui bahwa ukuran sampel penelitian in relatif kecil, namun efek yang diamati cukup besar. Oleh karena itu, dia menyarankan penelitian selanjutnya harus mengukur seberapa jauh daerah otak berubah setelah mengonsumsi gula, dengan menggunakan teknik neuroimaging. 

“Ini akan membantu kita lebih memahami bagaimana penurunan perhatian muncul setelah mengonsumsi glukosa,” ujar Peng.

Dia melanjutkan, seiring makanan yang kian beragam, mudah diakses dan lezat—penting untuk melakukan penelitian lebih banyak di daerah ini untuk memahami pilihan makanan dan perilaku makan.

Penelitian dengan judul ‘The “sweet” effect: Comparative assessments of dietary sugars on cognitive performance’  juga ditulis bersama Rachel Ginieis, Elizabeth A. Franz, dan Indrawati Oey.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau