KOMPAS.com - Berusaha untuk berpikiran positif membantu orang supaya tetap optimistis meskipun situasi yang dihadapi sedang tidak baik-baik saja.
Tapi, terus-terusan berpikir positif bahkan berusaha menyangkal perasaan negatif dapat membawa orang kepada toxic positivity.
Toxic positivity merupakan keyakinan bahwa tidak peduli seberapa buruk kondisi orang, mereka harus mempertahankan pola pikir yang positif.
Kalau toxic positivity terus-menerus dilakukan, hal ini menyebabkan orang menunjukkan ekspresi keceriaan atau perasaan positif yang palsu.
Baca juga: Bahaya Toxic Positivity yang Harus Kamu Hindari
Di samping itu, mereka yang kebiasaan melakukan toxic positivity bisa merasakan berbagai masalah, mulai dari gangguan tidur hingga PTSD.
Orang yang melakukan toxic positivity tidak selalu terlihat karena perilaku ini bersumber dari bagaimana cara mereka menanamkan pola pikir.
Namun, toxic positivity dapat diketahui dari beberapa tanda seperti yang berikut ini:
Selain tanda-tanda toxic positivity yang sudah disebutkan, orang yang menerima toxic positivity dari orang lain akan merasakan beberapa hal seperti berikut ini:
Sebenarnya tidak ada yang salah bagi orang untuk menanamkan pola pikir yang positif untuk dirinya sendiri.
Toh, mereka menjadi bersemangat dan termotivasi untuk bangkit ketika mengalami kegagalan.
Namun, berbeda dengan toxic positivity karena orang yang melakukan hal ini berusaha menampik dan tidak mau menerima hal-hal buruk yang terjadi.
Baca juga: Menerima Kekurangan, Cara Terhindar Dari Toxic Positivity
Pada gilirannya, toxic positivity dapat menyebabkan beberapa hal seperti yang berikut ini:
Orang yang melakukan toxic positivity dapat merasakan malu karena mereka tidak bisa menerima perasaannya.
Padahal, ketika orang sedang tidak baik-baik saja, mereka perlu memahami emosinya sendiri.
Mereka sebaiknya juga diberikan dorongan dan perhatian dari teman dan keluarganya.