Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Bersyukur Mencegah Depresi

Kompas.com - 24/07/2023, 16:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Irena Monica Hardjasasmita, Roswiyani Ph.D, Psikolog, dan Dr. Heryanti Satyadi, M.Si., Psikolog*

DALAM era modern yang penuh dengan tekanan dan tuntutan hidup yang tinggi, fenomena kurang bersyukur semakin umum terjadi.

Banyak orang merasa tidak puas dengan apa yang mereka miliki dan terus-menerus mencari lebih banyak hal.

Akibatnya, kurangnya rasa syukur dan apresiasi terhadap apa yang telah dimiliki seringkali berujung pada gejala gangguan mental, khususnya depresi (Primala, 2019).

Depresi adalah gangguan mental yang umum terjadi dan dapat berpengaruh terhadap perasaan, cara berpikir, dan tindakan individu (American Psychiatric Association, 2020).

Adapun kriteria dari individu depresi adalah (a) suasana hati sedih, hampa, putus asa; (b) hilangnya minat pada aktivitas sehari-hari; (c) perubahan berat badan atau nafsu makan; (d) insomnia atau hipersomnia; (e) agitasi atau retardasi gerakan motorik; (f) merasa lelah; (g) merasa tidak bermakna atau bersalah; (h) sulit untuk konsentrasi atau mengambil keputusan; dan (i) memiliki pemikiran bunuh diri.

Gejala-gejala ini harus tampak dalam durasi, frekuensi, dan intensitas tertentu agar seseorang dapat dikatakan depresi (American Psychiatric Association, 2013).

Menurut World Health Organization (2017), secara global depresi merupakan gangguan mental dengan prevalensi paling tinggi, yaitu sebesar 4,4 persen.

Di Indonesia, depresi menempati gangguan mental tingkat pertama sejak tahun 1990-2017, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME; Kementerian Kesehatan RI, 2019b).

Hasil penelitian Peltzer dan Pengpid (2018) menjelaskan bahwa depresi banyak dialami individu yang berada pada rentang usia remaja hingga dewasa muda.

Depresi cenderung mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia. Riset Kesehatan Dasar 2018 menyebutkan bahwa prevalensi depresi pada rentang usia 15-24 tahun adalah 6,2 persen, lalu menurun pada usia 25-34 tahun (5,4 persen), usia 35-44 tahun (5,6 persen), dan usia 45-54 tahun (6,1 persen).

Lebih lanjut depresi akan mengalami peningkatan pada individu yang berusia 55-64 tahun (6,5 persen; Kementerian Kesehatan RI, 2019a).

Prevalensi depresi yang tinggi menunjukkan perlunya penanganan yang lebih baik terhadap kondisi ini.

Penelitian sebelumnya menemukan bahwa individu depresi secara dominan memiliki pikiran negatif yang hadir secara terus menerus (Blanco & Joormann, 2017).

Alsaleh et al. (2016) juga menemukan bahwa hadirnya pikiran-pikiran negatif dapat memprediksi munculnya depresi pada individu.

Beck (1997, dalam Bennett, 2011) menyebutkan pula bahwa pikiran dan suasana hati saling berhubungan: pikiran negatif menurunkan suasana hati, dan suasana hati yang rendah mendorong munculnya pikiran negatif.

Penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara depresi dan rasa kurang bersyukur. Saat seseorang memiliki pola pikir kurang bersyukur, mereka cenderung memperkuat pola pikir negatif, mengabaikan hal-hal positif dalam hidup, dan fokus pada kekurangan.

Individu yang kurang bersyukur cenderung memiliki pikiran-pikiran negatif seperti kekecewaan, penyesalan, dan frustasi (Emmons, 2017).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com