Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Menggambar Membantu Mengatasi Kecemasan dan Kurang Percaya Diri

Kompas.com - 11/09/2023, 12:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Ivana Kamilie dan Monty P. Satiadarma*

AKTIVITAS menggambar merupakan kegiatan sederhana yang dapat digunakan guna membantu individu mengatasi masalah psikologis. Kegiatan sederhana ini dapat dijadikan sarana yang layak bagi banyak orang.

Contoh kasus berikut ini menunjukkan bagaimana proses menggambar membantu individu mengatasi rasa cemas dan kurang percaya diri yang selama ini ia alami akibat pengaruh pendidikan keluarga yang cenderung terlalu ketat.

Individu yang bersangkutan (VJ) adalah seorang perempuan berusia 24 tahun 9 bulan, sarjana akuntansi yang mengeluh sering merasa cemas dan kurang percaya diri terutama ketika harus melakukan presentasi di hadapan sesama staf kantor.

Ia cemas jika menghadapi sanggahan dari orang lain dan tidak mampu memberi respons atau jawaban yang layak dan sesuai harapan.

Kondisi ini dirasakan amat mengganggu karena ia seringkali berkeringat dingin dan merasa tegang dalam presentasi, dan akhir-akhir ini bahkan disertai rasa mual dan sakit perut.

Kondisi yang dialami VJ menunjukkan simtom kecemasan, dan lebih spesifiknya jenis kecemasan sosial yang dikenal dengan Social Anxiety Disorder (SAD).

Respons kecemasan yang muncul akan semakin meningkat jika individu berhadapan dengan lingkungan sosial (ADAA, 2019; Cuncic, 2019).

Melalui perangkat evaluasi psikologi STAI (State Trait Anxiety Inventory) yang dikembangkan oleh Spielberger (1972), respons VJ menunjukkan skor kecemasan bawaan 41, dan kecemasan sesaat 49, dan nilai ini menunjukkan ia memiliki tingkat kecemasan tinggi.

Menurut paparan VJ, selaku anak perempuan pertama dari dua bersaudara, aturan yang diberlakukan orangtuanya jauh lebih ketat dibandingkan pada adik laki-lakinya.

Adik laki-lakinya lebih bebas memilih, sementara pilihan VJ lebih ditentukan oleh orangtua, terutama oleh ayahnya.

Adiknya dapat memilih minatnya sendiri, sementara minat VJ dalam arsitektur harus padam karena tidak disetujui orangtua.

VJ mengikuti pendidikan akuntasi atas pilihan ayahnya; ia juga tidak diperkenankan bekerja terlalu jauh dari rumah, dan aktivitasnya sehari-hari hanya bekerja dan pulang ke rumah.

Secara umum ia amat jarang mengikuti kegiatan sosial, karena sejak kecil dibiasakan dengan aturan ketat untuk pergi sekolah dan segera pulang ke rumah usai sekolah.

Ia merasa terlalu sering dibandingkan dengan orang lain (teman maupun anggota keluarga) oleh orangtua dan dinilai kurang memenuhi harapan orangtua. Kondisi seperti ini boleh jadi merupakan landasan kecenderungan kecemasan sosial yang ia alami.

Aktivitas menggambar sebagai salah satu pendekatan Art Therapy diberikan pada VJ dengan ragam pertimbangan:

  1. Aktivitas tersebut merupakan aktivitas sederhana yang tidak membutuhkan keterampilan tertentu
  2. Dapat berlangsung dalam suasana santai
  3. Lebih bersifat ekspresif dan bukan evaluatif (individu bebas berekspresi tanpa harus memenuhi standar nilai atau kualitas hasil tertentu)
  4. Berlangsung dalam rentang waktu relatif pendek per sesi sehingga tidak melelahkan
  5. Individu dapat langsung memperoleh umpan balik dari hasil proyeksi visualnya (gambar) (AATA, 2017; BAAT, 2019; Good Therapy, 2016).

Pendekatan aktivitas menggambar model Ganim (2013) dipilih dengan alasan:

  1. Relatif mudah dan sederhana
  2. Melibatkan aktivitas komunikasi verbal dan umpan balik langsung guna memperoleh insight
  3. Mengintegrasikan impresi fisik dan psikis melalui proyeksi visual serta metafora dan analog (misalnya membayangkan rasa sakit seperti apa dan di bagian tubuh yang mana)
  4. Meningkatkan kewaspadaan diskiriminasi pengalaman, persepsi, dan impresi (kesan) (misalnya apa, di mana pengalaman berlangsung, apa yang dirasakan, apa yang digambarkan)
  5. Mengarahkan transformasi melalui langkah konkret (misalnya memproyeksikan langkah dan tindakan yang perlu ditempuh guna mengubah impresi pengalaman psikologis dari yang kurang nyaman menjadi lebih nyaman).

Keseluruhan proses berlangsung enam sesi dan masing-masing sesi berlangsung sekitar 90 menit.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com