Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merokok Tingkatkan Risiko Gangguan Mental Dua Kali Lipat

Kompas.com - 17/09/2023, 18:03 WIB
Dinno Baskoro,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

Sumber NYPost

KOMPAS.com - Merokok telah terbukti dapat meningkatkan risiko penyakit kronis seperti jantung, stroke hingga kanker.

Namun, banyak orang tidak menyadari kebiasaan merokok juga berkaitan dengan risiko gangguan mental.

Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian terbaru membuktikan ada hubungan antara keduanya.

Baca juga: Efek Buruk Kebiasaan Merokok, Bisa Picu Jerawat hingga Kerusakan Kulit 

Fakta merokok dan risiko gangguan mental

Pada penelitian yang dilakukan peneliti dari Aarhus University, Denmark, merokok terbukti secara ilmiah memiliki hubungan dengan peningkatan risiko gangguan mental sampai dua kali lipat.

Sejumlah risiko gangguan mental yang dimaksud meliputi depresi, gangguan bipolar, dan skizofrenia.

"Meski bukan satu-satunya penyebab, merokok meningkatkan risiko dirawat di rumah sakit karena penyakit mental sebesar 250 persen," kata Dr.Doug Speed ahli genetika statistik yang melakukan riset ini, seperti dilansir NyPost.

Speed dan dua peneliti lain asal Kanada mengakses data ke UK Biobank, salah satu pusat informasi tentang kesehatan manusia terbesar di dunia, yang berisikan data genetik lebih dari setengah juta orang.

Tim peneliti menganalisis data set yang luas itu dengan mempertimbangkan faktor selain genetika, termasuk informasi gaya hidup yang diberikan oleh peserta.

Baca juga: Merokok Memperburuk Gejala Asam Lambung, Ini Penjelasannya...

Hasil penelitian tersebut mengungkapkan, adanya hubungan antara merokok dan gangguan mental dengan waktu yang signifikan.

Rata-rata individu dalam penelitian ini mulai merokok sekitar usia 17 tahun, sedangkan gangguan mental baru mulai muncul pada usia sekitar 30 tahun.

Selain itu, peneliti menerangkan hipotesis penyebab gangguan mental pada perokok yang diduga faktor utamanya dipicu kandungan nikotin pada rokok.

Pada awalnya, nikotin dalam sebatang rokok mengaktifkan produksi serotonin di otak, yang pada gilirannya membuat perokok merasa rileks setelah menghisap rokok.

"Nikotin dapat menghambat penyerapan neurotransmitter serotonin di otak, dan kita tahu orang dengan depresi tidak menghasilkan cukup serotonin," kata Speed.

Baca juga: Efek Merokok dan Vape saat Hamil 

Ilustrasi menghentikan kebiasaan merokokUnsplash Ilustrasi menghentikan kebiasaan merokok

Seiring waktu, pada perokok kandungan nikotin itu tidak lagi membantu proses produksi serotonin, melainkan menghambat produksinya.

"Kondisi itulah yang membuat kebiasaan merokok memicu peradangan pada otak. Dalam jangka panjang dapat merusak bagian otak tertentu dan memicu berbagai gangguan mental," ucap Speed.

Baca juga: Mengenal 2 Jenis Gangguan Mental akibat Takut Berlebih 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com