Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemiskinan, Awal Problem Kesehatan Persalinan di Aceh

Kompas.com - 06/05/2008, 18:16 WIB

BIREUEN, SELASA - Kemiskinan dengan segala akibat ikutannya, seperti rendahnya status gizi, kekurangan zat besi ibu hamil, juga anemia, diketahui merupakan awal dari aneka problem kesehatan persalinan di Kabupaten Bireuen, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Dua penyebab besar natalitas bayi dan ibu melahirkan adalah gagal nafas (afiksia) dan perdarahan setelah persalinan (antenatal).

Demikian beberapa hal yang mengemuka pada rangkaian kunjungan wartawan ke sejumlah Puskesmas pemberi layanan persalinan, Pos Persalinan Desa (Polindes) dan wawancara dengan beberapa bidan desa di Kecamatan Kuta Blang dan Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Selasa (6/5). Perjalanan wartawan difasilitasi oleh Badan Dunia Perlindungan Ibu dan Anak (Unicef) bekerjasama LSM IOM (International Organization for Migration) dan LSM Save the Children.

Hampir seluruh strategi pelayanan diarahkan pada penyediaan layanan bagi warga miskin yang merupakan 70 persen dari sekitar 300.000 penduduk Bireuen. "Kawasan periferi (pinggiran) ini, terutama di pantai Selat Malaka dan perbatasan selatan dengan Kabupaten Bener Meriah yang senantiasa jadi perhatian utama layanan kesehatan kami, " kata dr Amren Rahim, Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Bireuen.

Seperti umumnya kawasan dengan segala keterbatasan sarana dan personil kesehatan yang diiringi rendahnya wawasan kesehatan masyarakat, kota kecil di wilayah utara NAD ini menghadapi aneka kompleksitas manajemen layanan kesehatan. Itu masih ditambah dengan kenyataan bahwa Bireuen juga dikenal sebagai bekas medan konflik, salah satu yang paling berat dialami oleh sejarah Aceh.

Selama sekitar lima tahun konflik Aceh, banyak bidan desa sebagai satu-satunya ujung tombak layanan kesehatan ibu hamil, persalinan dan anak bawah lima tahun, yang melarikan diri dari desa tempat tugasnya. Memang bukan melarikan diri, namun banyak hanya bisa bertugas sehar i dua hari, lalu tidak berani masuk desa satu minggu. Atau hanya bertugas siang hari, tidak bisa bertugas 24 jam dengan cara tinggal di desa tempat tugasnya, katanya.

"Baru sejak 2005, perlahan-lahan bidan desa berani kembali ke desa, dan layanan kesehata n ibu dan anak dipulihkan kembali," kata Amren.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com