Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Harus Pakai Sepeda "Semahal" Brompton, Tren atau Kebutuhan?

Kompas.com, 6 Desember 2019, 13:14 WIB
Glori K. Wadrianto

Editor

KOMPAS.com - Masih ingat dengan tren berpeda fixie beberapa tahun lalu? Banyak orang berlomba-lomba membuat sepeda gir tunggal, dengan hiasan berwarna-warni.

Di masa itu, banyak orang "menjelma" menjadi pesepeda tangguh dengan sepeda single speed dan rem doltrap.

Disebut tangguh, karena sebenarnya, sepeda ini memang diperuntukkan bagi mereka yang mahir dan memiliki fisik yang prima.

Di Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa, sepeda jenis ini dipakai oleh para bike messenger untuk melaju kencang di tengah kemacetan kota.

Selain hanya menggunakan gir tunggal, rem doltrap juga membutuhkan keahlian khusus.

Sebab, saat harus mengerem, kaki harus kuat menahan laju putaran pedal-tanpa tuas rem di tangan.

Baca juga: Roy Suryo Kena Tipu ABG Saat Beli Sepeda Fixie di Situs Jual Beli Online

Kendati demikian, tren fixie sempat booming di Indonesia, khususnya Jakarta.

Rentang harga yang lebar, mulai dari yang paling murah hingga berharga mahal, memungkinkan sepeda ini menjangkau banyak kalangan.

Tapi, toh ternyata tren ini tak bertahan lama. Kini, kian jarang ditemukan para pengendara fixie berseliweran di jalan-jalan Ibu Kota.

Kalaupun masih ada, dapat dipastikan mereka adalah orang-orang berfisik kuat dan pesepeda sejati.

Demam sepeda lipat

Nah, sekarang ketika tren fixie menguap, Indonesia kini sedang mengalami demam sepeda lipat. Salah satu merek yang memiliki kelas tersendiri adalah Brompton.

Sepeda buatan tangan yang hanya diproduksi di Inggris itu menjadi pilihan para pesepeda "berduit" di kota-kota besar Indonesia. 

Sebagai gambaran, varian termurah yang dijual di salah satu toko sepeda di kawasan Senayan, Jakarta-misalnya, sudah menyentuh harga Rp 28 juta, untuk spesifikasi menengah.

"Stoknya kosong, Pak, habis terus. Itu barusan ada yang cancel, trus bapak itu lihat langsung dibayar, harga yang itu Rp 32 juta," ujar salah satu penjaga toko One Bike di STC Senayan, beberapa waktu lalu.

Kini kehebohan "demam Brompton" seperti memuncak, ketika merek itu disebut bersama suku cadang motor Harley Davidson sebagai barang yang diselundupkan dalam pesawat Garuda Indonesia.

Baca juga: Brompton Explore, Sepeda Mahal yang Sandung Dirut Garuda

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menunjukkan kepada awak media onderdil atau suku cadang motor Harley Davidson dan sepeda Brompton ilegal yang diselundupkan di pesawat baru milik Maskapai Garuda Indonesia berjenis Airbus A330-900 NEO di Jakarta, Kamis (5/11/2019).KOMPAS.COM/MUTIA FAUZIA Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menunjukkan kepada awak media onderdil atau suku cadang motor Harley Davidson dan sepeda Brompton ilegal yang diselundupkan di pesawat baru milik Maskapai Garuda Indonesia berjenis Airbus A330-900 NEO di Jakarta, Kamis (5/11/2019).
Dua unit sepeda Brompton yang ada di dalam pesawat itu adalah edisi spesial, yang harga pasarannya di Indonesia mencapai Rp 49 juta-Rp 60 juta, bahkan lebih.

Di negara asalnya, sepeda ini dibanderol sekitar Rp 30 juta. Dalih biaya pengiriman dan sejenisnya diyakini membuat harga itu membengkak saat sampai di Jakarta.

Meski begitu, pasar Indonesia tetap mampu menyerapnya. Pasokan yang minim dan permintaan yang tinggi membuat pedagang leluasa memasang harga, dan tetap laris manis.

Apa istimewanya Brompton?

Harga yang tinggi tentu lazimnya menawarkan keunggulan. Lantas bagaimana dengan Brompton?

Pengusaha muda asal Jakarta, Krisna Sudiro, mengatakan, keistimewaan Brompton yang dia rasakan sejak menggunakannya pada tahun 2012 adalah soal lipatan.

"Banyak sepeda lipet, gue juga pernah pake yang lain ya, tapi yang lipetannya paling sempurna ya Brompton, ringkes, enteng, enak dibawa ke mana-mana," kata dia.

Krisna mengaku tidak membeli Brompton buat bergaya. "Gue beli sejak tahun 2012, waktu itu belom banyak yang pake," kata dia.

"Gue saat itu mikir, gue butuh sepeda yang bisa dilipet dan gampang dimasukin mobil. Karena waktu itu gue belom bisa sepedahan jauh kan," sebut dia.

Baca juga: Ini Penampakan Harley Davidson dan Brompton Ilegal di Pesawat Garuda

Pengakuan senada diungkapkan, Dhani Pattinggi, seorang partner di firma hukum Hiswara Bunjamin & Tandjung, Jakarta.

"Saya beli sepeda Brompton sejak awal tahun 2018," kata lelaki berusia 43 tahun ini.

"Alasannya simpel saja, di umur yang semakin 'dewasa', saya sadar akan perlunya olahraga yang dapat membuat badan fresh mengingat 'kurang sehatnya aktivitas pekerjaan sehari-hari'," sambung dia.

Untuk kebutuhan itu, Dhani merasa Brompton adalah pilihan tepat. Sepeda ini dirasa sangat praktis untuk dilipat dan dijinjing.

"Salah satu filosofi Brompton adalah 'one way cycling' - jadi kalo kita udah mencapai target jarak yang ingin ditempuh, misalnya 20-30 kilometer, saya tinggal lipet sepedanya, dan panggil taksi untuk pulang ke rumah," kata Dhani sambil tertawa.

Tentang kenyamanan memakai Brompton, Dhani berpendapat, sepeda Inggris ini sebenarnya tak jauh berbeda dengan folding bike lain.

"Menurut saya, tidak jauh berbeda. Tetapi, satu hal yang menjadi keunggulan Brompton, sepeda ini sangat simpel pada saat dilipet dan dijinjing dan tidak terlalu berat," kata penguna Brompton seri M6LA Black Titanium ini.

Berbeda dengan Krisna, dia merasa ada rasa yang lebih nyaman dari Brompton.

"Gue pernah pake merek lain, tapi pas nyoba Brompton, gue rasa gir-nya, handling-nya, itu enak banget sih, elu gak capeklah," cetus Krisna.

Akankah tren "Brompton" bertahan?

Deretan sepeda Brompton yang diparkir dengan menggunakan lipatan yang khas.DOKUMENTASI PRIBADI DHANI PATTINGGI Deretan sepeda Brompton yang diparkir dengan menggunakan lipatan yang khas.
Dhani memandang, tren yang terjadi sekarang hanya musiman. "Soalnya Brompton ini sebenernya udah happening dulu terus silent, dan baru ini hits lagi," ujar Dhani.

Krisna pun berpandangan serupa. "Sekarang ini nih, Brompton makin terkenal nih, semua orang beli Brompton," kata dia.

"Apalagi ada kasus Garuda, lalu disebut sepeda mewahlah, apalah, wah orang makin tahu," sambung dia.

Baca juga: Genjot Sepeda Brompton Jakarta-Solo, Diah Merasa Awet Muda...

"Makanya gue perhatiin tuh, mereka yang punya sepeda karena ikutin tren, pasti pilihnya CPT3 (edisi khusus Brompton) atau Explore yang sekarang lagi heboh," cetus Krisna.

Padahal, semua varian Brompton menggunakan konstruksi dan material yang sama. "Cuma Brompton-nya pinter, bikin edisi inilah, edisi itulah, terus harganya bisa beda jauh."

"Itu CPT3 bisa sampe segitu harganya, padahal dapet spakbor juga enggak, beda di warna dan sadel. Ya, sadel mah bisa beli sendiri," kata dia.

Atas pengamatan itu, Krisna memandang tak jarang mereka yang membeli Brompton memang hanya termakan tren.

"Kalo gue kan emang seneng sepedahan. Dulu dibilang beruang sirkus kerena naek sepeda kecil, bodo amat," sebut Krisna.

Hanya saja, bedanya dengan tren fixie yang kini lenyap, Krisna merasa meski tren Brompton nanti meredup, sepeda tersebut akan tetap disimpan.

"Orang akan simpen bro, karena kan bentuknya kan kecil dan ringkes, jadi orang akan simpen sih menurut gue."

"Pokoknya, di Indonesia itu asal mahal pasti jadi tren," cetus dia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Baca tentang


Terkini Lainnya
Tak Ambisi Kurus, Rosa Sukses Turun Berat Badan dengan Gaya Hidup Sehat
Tak Ambisi Kurus, Rosa Sukses Turun Berat Badan dengan Gaya Hidup Sehat
Wellness
Bukan Jarang Bertengkar, Ini Satu Tanda Hubungan Sehat yang Sering Terlewat Menurut Psikolog
Bukan Jarang Bertengkar, Ini Satu Tanda Hubungan Sehat yang Sering Terlewat Menurut Psikolog
Relationship
Lebih Ringan dan Resposif, Puma Andalkan Teknologi Nitrofoam untuk Sepatu Lari
Lebih Ringan dan Resposif, Puma Andalkan Teknologi Nitrofoam untuk Sepatu Lari
Wellness
Mengenal Hydroxyapatite, Kandungan Pasta Gigi yang Bisa Memperkuat Enamel
Mengenal Hydroxyapatite, Kandungan Pasta Gigi yang Bisa Memperkuat Enamel
Wellness
Michael Kors Hadirkan Nuansa Liburan Musim Dingin yang Glamour
Michael Kors Hadirkan Nuansa Liburan Musim Dingin yang Glamour
Fashion
Tips Memilih Pasta Gigi yang Aman, Termasuk Pilih yang Bisa Mencegah Plak
Tips Memilih Pasta Gigi yang Aman, Termasuk Pilih yang Bisa Mencegah Plak
Wellness
Rita Berhasil Turunkan Berat Badan Tanpa Olahraga Berat, Dimulai dari Mengubah Pola Makan
Rita Berhasil Turunkan Berat Badan Tanpa Olahraga Berat, Dimulai dari Mengubah Pola Makan
Wellness
Bisakah Obat Kumur dan Benang Floss Menggantikan Pasta Gigi?
Bisakah Obat Kumur dan Benang Floss Menggantikan Pasta Gigi?
Wellness
Ice Facial Viral di Media Sosial, Ini Manfaat dan Cara Aman Melakukannya
Ice Facial Viral di Media Sosial, Ini Manfaat dan Cara Aman Melakukannya
Wellness
Perhatikan 3 Hal Ini Saat Membeli Perhiasaan Emas, Jangan Sampai Rugi
Perhatikan 3 Hal Ini Saat Membeli Perhiasaan Emas, Jangan Sampai Rugi
Fashion
Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
Parenting
6 Zodiak yang Bisa Menikmati Waktu Sendiri Tanpa Kesepian, Ada Aquarius
6 Zodiak yang Bisa Menikmati Waktu Sendiri Tanpa Kesepian, Ada Aquarius
Wellness
4 Zodiak Dikenal Paling Penyayang pada Hewan Peliharaan, Siapa Saja?
4 Zodiak Dikenal Paling Penyayang pada Hewan Peliharaan, Siapa Saja?
Wellness
Tips Mix and Match Kebaya Encim, Warna Kontras Bikin Lebih Hidup
Tips Mix and Match Kebaya Encim, Warna Kontras Bikin Lebih Hidup
Fashion
Luna Maya Pilih Olahraga Pagi demi Kebugaran dan Kesehatan Mental
Luna Maya Pilih Olahraga Pagi demi Kebugaran dan Kesehatan Mental
Wellness
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau