Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Toxic Masculinity dan Dampaknya bagi Kesehatan Mental Laki-laki

Kompas.com - 19/10/2020, 17:41 WIB
Wisnubrata

Editor

Sumber

Dari contoh atas, misalnya, beberapa pria diajarkan untuk tidak menunjukkan kesedihan atau tangisan. Menunjukkan rasa sedih dan menangis dianggap sebagai karakteristik feminin dan hanya boleh dilakukan oleh perempuan.

Ajaran tersebut tentu berbahaya bagi kesehatan mental (dan fisik) kaum laki-laki – bahwa menahan emosi menimbulkan kerentanan untuk mengalami depresi.

Gawatnya, mencari pertolongan ahli kejiwaan juga dianggap karakteristik feminin – sehingga laki-laki dilaporkan lebih jarang untuk menemui psikolog atau psikiater.

Baca juga: Mengapa Pria Cari Pasangan Selingkuh? Ini 7 Kemungkinannya

Bahaya toxic masculinity bagi perempuan dan masyarakat

Toxic masculinity tidak hanya berbahaya bagi kaum pria. Masyarakat, terutama kaum wanita, juga menjadi korban perilaku maskulinitas yang beracun di atas.

Misalnya, beberapa pria menganggap dirinya superior dan lebih baik dibandingkan perempuan. Sebagian pria juga “diajarkan” untuk melakukan pelecehan dan kekerasan seksual.

Anggapan-anggapan di atas tak dipungkiri memicu kekerasan dalam rumah tangga hingga pelecehan seksual dan pemerkosaan.

Dikutip dari lembaga non-profit Do Something, 85% dari korban kekerasan dalam rumah tangga adalah perempuan. Kekerasan dalam rumah tangga juga menjadi penyebab utama cedera pada wanita.

Baca juga: Kekerasan Seksual, Siapa Paling Rentan Menjadi Korban?

Perilaku toxic masculinity di atas yang tidak terkendali juga dapat menimbulkan efek berikut ini:

  • Bullying atau perundungan
  • Kekerasan dalam rumah tangga terhadap pasangan dan anak
  • Kekerasan seksual terhadap pasangan
  • Penyalahgunaan obat-obatan
  • Bunuh diri
  • Trauma psikologis
  • Kurangnya persahabatan yang tulus

Mencegah perilaku toxic masculinity pada anak

Salah satu cara untuk menghentikan siklus toxic masculinity adalah mengajarkan anak sejak dini, terutama anak laki-laki.

Berikut ini beberapa tips yang bisa kita coba di rumah untuk diajarkan pada Si Kecil:

  • Sampaikan bahwa anak laki-laki juga boleh menangis dan mencurahkan apa yang dirasakan
  • Hindari ujaran yang merendahkan perempuan, seperti, “Kamu berbicara seperti perempuan” atau “Jangan berjalan seperti perempuan ya”
  • Ajari konsep konsensual sejak dini yang sesuai dengan umur Si Kecil. Misalnya, sampaikan bahwa setiap orang memiliki batasan yang tidak bisa sembarangan dilewati. Anda juga bisa mengajarkan bahwa tubuh setiap orang adalah milik orang tersebut – sehingga ia tak bisa sembarangan menyentuh atau memeluk tanpa izin orang lain.
  • Berhati-hati dalam memberikan media hiburan pada anak. Apabila Anda mendeteksi elemen toxic masculinity di film atau buku kesukaannya, Anda bisa memberikan intervensi bahwa elemen tersebut tidak patut untuk dicontoh.

Baca juga: Banyak yang Belum Tahu, Apa Saja yang Termasuk Pelecehan Seksual?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com