Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/01/2022, 22:52 WIB
Anya Dellanita,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Di beberapa negara, pemberian vaksin booster kedua mulai diuji.

Bahkan, negara seperti Amerika Serikat mulai membagikannya bagi penduduknya yang rentan terhadap Covid-19.

Namun, di tengah maraknya topik soal injeksi keempat itu, ada pula yang mulai mempertanyakan penting atau tidaknya booster. Salah satunya, peneliti Israel.

Melansir Times of Israel, satu bulan setelah Sheba Medical Center meluncurkan sebuah studi untuk menguji efisiensi vaksin Covid-19 keempat, rumah sakit ini mengatakan pada Senin (17/1/2019) bahwa injeksi itu tidak sepenuhnya efektif melawan varian Omicron.

“Meski sangat efektif melawan varian lain, vaksin ini kurang efektif melawan Omicron,” ujar Prof. Gili Regev-Yochay, pimpinan peneliti dalam eksperimen tersebut.

Menurut Regev-Yochay, meski ada peningkatan antibodi setelah injeksi ketiga, jumlah yang tertular Omicron masih tinggi walau telah menerima injeksi keempat.

“Lebih rendah dibandingkan control group, tetapi tetap tinggi,” kata dia.

“Intinya, vaksin ini sangat baik untuk melawan varian Alpha dan Delta, namun tak cukup baik untuk Omicron,” tambahnya.

Kendati demikian, Regev-Yochay tetap berpikir bahwa memberikan vaksin itu pada mereka yang berisiko tinggi adalah ide yang baik.

Namun menurutnya, sebaiknya vaksin itu hanya diberikan pada lansia di atas 60 tahun saja.

Rumah sakit itu sendiri tak merilis data spesifik. Regev-Yochay pun mengatakan bahwa hasil penelitian tersebut belum final.

Namun, dia mengindikasikan bahwa pihaknya telah menyediakan informasi awal karena isu tersebut tengah marak dibicarakan.

Baca juga: Memahami soal Vaksin Booster dan Efek Sampingnya

Lalu, beberapa jam setelah merilis hasil penelitiannya, Sheba mengumumkan bahwa rumah sakit itu akan tetap memberi vaksin pada mereka yang berisiko, meski vaksin tidak menyediakan perlindungan optimal terhadap Omicron.

Menurut laporan dari berbagai media Israel, rumah sakit itu ditekan karena merilis pernyataan tersebut.

Pasalnya, Kementerian Kesehatan Israel tidak menyukai hasil penelitian tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com